LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP PENYAKIT DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA ANAK DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN:
THYPUS ABDOMINALIS
A.
KONSEP PENYAKIT
1.
PENGERTIAN
Penyakit infeksi akut
pada saluran cerna (usus halus) denagn gejala demam > 1 minggu, gangguan
saluran cera dan gangguan kesadaran.
Thypoid adalah penyakit infeksi akut dengan
demam yang disebabkan oleh kuman salmonella typi (Pedoman Diagnosis dan Therapi
Lab /UPF Ilmu penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya)
2.
PENYEBAB
Basil/kuman
salmonella Typhosa, Salmonela paratyphosa.
3.
PATOFISIOLOGI
Infeksi oleh S. Typhi per oral
Pada epitel bagian proksimal usus halus Ã
sel lekosit mononuklear
Dalam limfokel pada lamina
propria usus halus, plaque peyer à Pembuluh limfe
Peredaran darah Ã
dalam waktu 24 – 72 jam Ã
bakterimia pertama
Zat pirogen Organ – organ (hati, limpha,
sumsum tulang) Hypertermia
(panas meningkat)
Berkembang biak dalam
retikuloendotelial Ã
endotoksin Ã
bakterimia kedua
Peredaran darah/bakterimia
Ggn pemenuhan nutrisi
Lidah kotor Kelenjar limphoid usus
halus
Diare
(tukak pd mukosa usus/plak)
Bibir kering
Mual/muntah
Ggn kebutuhan cairan
Endotoksin
Ã
bahan prokoagulan
Bedrest Perdarahan (perforasi peritonitis) Ggn ADL,
ketakutan
Kelemahan
Sumber:
Depkes RI, 1993
4. PATOGENESIS:
Penularan s. Typhy
terjadi melalui mulut oleh makanan yang tercemar. Sebagian kuman akan di
musnahkan dalam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus, mencapai aringan
limpoid dan ber kembang biak.
Proses penyakit di bagi dalam 3 fase :
Salmonela typhi melalui air dan
makanan yang terkontaminasi masuk keadalam tubuh dengan mekanisme penyakitnya sebagai berikut:
1.
Infasi
terhadap jaringan limpoid intestinal dan proliferasi bacteri. Fase ini berlangsung 2 minggu; asimpthomatis.\
2.
Infasi
aliran darah bacteraemia menyebabkan meningkatnya suhu tubuh. Terjadi reaksi
imunologi sampai fase berikutnya dalam 10 hari.
Kultur darah dan urine positif selama periode febris. Antibodi S.Typhy
tampak dalam darah. Test widal positif pada akhir fase ini.
3.
Lokalisasi
bacteri dalam jaringan limfoid intestinal nodus masenterik gall bladder, hati,
limpa. Terjadi nekrosis lokal reaksi hipersentifitas antigen antibodi.
5.
TANDA DAN GEJALA
a. Minggu I : infeksi akut (demam, nyeri kepala,
pusing, nyeri otot, mual, diare)
b. Minggu II :
Gejala lebih jelas (demam, bradikardia relatif, lidah kotor, nafsu makan
menurun, hepatomegali, ggn kesadaran).
Lesi pada usus halus
Kelainan patologic utama terjadi di usus
halus terutama ileum bagian distal tetapi dapat i temukan pada jejunu dan colon.
Seguelae
Lesi sembuh dengan scaring yang minimal ulcerasi yang dalam pada usus halus.
Persisten cronic infeksi pada gall bladder
atau ginjal “carries”.
6.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1)
Peningaktan
titer uji widal 4x selama 2-3 minggu à demam typhoid.
2)
Reaksi
widal dengan titer 0 Ã 1: 320, reaksi widal
dengan titer H Ã 1: 640
3) Jumlah leukosit normal / Leukopenia /
Leukositisis.
4) Anemia ringan, LED meningkat, SGOT, SGPT dan
Fosfatase alkali meningkat
5) Dalam minggu pertama biakan darah Salmonella
typhi positif 75 – 85 %\
6) Biakan Tinja dalam minggu kedua dan ke tiga
7) Reaksi widal Titer O dan H meningkat sejak
minggu kedua dan tetap posisitf selama beberapa bulan atau tahun
8) Biakan darah positif
terhadap S. Typhi pada minggu pertama
9)
Reaksi widal
Aglutinin
O
Aglutinin H Ã Diagnosis
Aglutinin
Vi
Makin tinggi titernya
makin besar kemungkinan klien menderita tyfoid. Pada infeksi aktf, titer reaksi
widal akan meningkat pada pemeriksaan ulang.
Faktor – faktor Yang mempengaruhi reaksi
widal:
1.
Keadaan
umum
Gisi buruk menyumbat pembentukan antibodi
2.
Pemeriksaan
terlalu awal
Aglutinin baru di jumpai dalam darah setelah
1 minggu dan mencapai puncaknya minggu ke 6.
3.
Penyakit
tertentu (leukimia, ca)
4.
Obat
– obat immunosuppresif atau kortikosteroid
5.
Vaksinasi
dengan hotipa / tipa
6.
Infeksi
klinis atau sub klinis oleh sallmonela.
Reaksi widal positif dengan titer
rendah.
7.
KOMPLIKASI
a.
Perdarahan
usus
b.
Perforasi
usus
c.
Ileus
paralitik
8.
PENATALAKSANAAN
a.
Perawatan
à bedrest
b.
Diet
(pemberian makanan padat dini dengan lauk pauk rendah selulosa).
c.
Obat/terapi
B.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.
PENGKAJIAN
a.
Identitas:
1) Umur: Typhoid Abdominalis adalah penyakit tropik yang sering
menimbulkan kematian pada anak akibat terlambatnya prilaku mencari pengobatan
karena kecenderungan gejala awalnya hampir sama dengan gejala flu.
2) Jenis kelamin: secara spesifik tidak terdapat perbedaan tingkat
kejadian pada anak perempuan atau anak laki-laki.
3) Tempat tinggal: tidak terdapat pengaruh yang bermakna antara kejadian
typhoid dengan keadaan tempat tinggal mengingat proses penularan penyakit ini
adalah fekal oral.
b.
Keluhan utama: pasien biasanya
datang dengan keluhan suhu badan naik turun disertai gejala mual muntah.
c.
Riwayat penyakit sekarang: Pasien juga sering menunjukkan keluhan kepala pusing, badan dirasa
lemah, nafsu makan menurun, mengeluh ngilu dan nyeri pada otot. Pada pengamatan
ditemukan: Lidah
kotor (kotor di tengah tepi dan ujung merah dan tremor), BB menurun, porsi
makan tidak habis, ggn sensasi pengecapan, Gelisah, terdapat penurunan
kesadaran: Somnolen stupor, koma, delirium atau psikosis, Immobilisasi,
Pembesaran hepar (hepatomegali), Diare, kadang disertai konstipasi.
S: hypertermia (>
37,50C), bradikardia relatif, Hepatomegali, splenomegali,
meteorismus (akumulasi udara dalam intestinal), 8) Roseola (bintik merah pada leher, punggung
dan paha)
d.
Riwayat penyakit dahulu: Mungkin pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya serta pernah
tidaknya memperoleh pengobatan antimikroba sebelumnya serta riwayat vaksinasi
sebelumnya.
e.
Riwayat penyakit keluarga: Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga minimal 6 bulan terakhir.
f.
Riwayat kesehatan lingkungan: Kaji klien tentang
penyediaan air bersih, kebersihan individu dalam kebiasaan makan, minum.
Sanitasi lingkungan.
g.
Riwayat tumbuh kembang:
1) Tahap pertumbuhan dan
perkembangan anak usia pra sekolah.
a) Bayi baru lahir – 1 tahun.
Perkembangan bayi 0-3
bulan:
- Dapat menggerakkan kedua lengan dan kaki sama mudahnya (motorik kasar
= MK).
- bereaksi dengan melihat ke arah sumber cahaya (motorik halus=MH).
- Mengoceh dan bereaksi terhadap suara (bicara, bahasa, kecerdasan =
BBK).
- Bereaksi terhadap senyum terhadap ajakan (Bergaul dan mandiri = BM).
Perkembangan bayi 3 –
6 bulan:
- Menegakkan kepala pada saat telungkup (MK)
- Meraih benda yang terjangau (MH)
- Menengok ke arah sumber suara (BBK).
- Mencari benda yang dipindahkan (BM).
Perkembangan bayi 6 –
9 bulan:
- Ketika didudukkan dapat bertahan dengan kepala tegak (MK).
- Memindahkan benda dari satu tangan ke tangan yang lain (MH).
- Tertawa/berteriak melihat benda menarik (BBK).
- Makan biskuit tanpa dibantu (BM).
Perkembangan bayi 9 –
12 bulan:
- Berjalan dnegan berpegangan (MK).
- Dapat meraup benda – benda kecil (MH).
- Mengatakan 2 suku kata yang sama (BBK).
- Bereaksi terhadap permainan cilukba (BM).
Tahap perkembangan
psikoseksual menurut Sigmund Freud:
Fase oral (0-1
tahun):
- Fokus primer dari existensi bayi adalah pada mulutnya.
- Bayi memperoleh kesenangan, kepuasan dan kenikmatan
dari menghisap, menggigit, mengunyah serta bersuara.
- Bayi sangat etrgantung dan tidak berdaya.
- Bayi perlu dilindungi agar mendapat rasa aman.
- Dasar perkembangan mental yang sehat sangat
bergantung dari hubungan ibu dan bayi.
Tahap perkembangan
manusia ditinjau dari aspek psikososial oleh Eric Ericsson:
Masa bayi 0 – 1
tahun: Trust vs mistrust.
Bayi belajar untuk percaya pada orang yang merawatnya, untuk memenuhi
kebutuhan dasarnya seperti: kehangatan, amkanan dan kenyamanan sehingga
kepercayaan pada orang lain terbentuk ketidakpercayaan adalah akibat dari
perawatan yang tidak konsisten, tidak cukup dan tidak aman.
b) 1 – 3,5 tahun (toddler)
perkembangan bayi 12
– 18 bulan:
- Berjalan sendiri, tidak jatuh (MK).
- Mnegambil benda kecil dnegan ibu jari dan telunjuk (MH).
- Mnegungkapkan keinginan secara sederhana (BBK).
- Minum sendiri dari gelas tidak tumpah (BM).
Perkembangan bayi 18
– 24 bulan:
- Berjalan mundur sedikitnya 5 langkah (MK).
- Mencoret – coret dnegan alat tulis (MH).
- Menunjuk bagian tubuh dan menyebut namanya (BBK).
- Meniru melakukan pekerjaan rumah tangga (BM).
Perkembangan bayi 2 –
3 tahun:
- Berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan sedikitnya 2 hitungan
(MK).
- Meniru membuat garis lurus (MH).
- Menyatakan keinginan sedikitnya dengan 2 kata (BBK).
- Melepas pakaian sendiri (BM).
Tahap perkembangan
psikoseksual menurut Sigmund Freud:
Fase anal (1 – 3
tahun):
- Daerah anal merupakan aktifitas yang elingkupi
pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido yang penting selama tahun
kedua kehidupan.
- Anak mulai menunjukkan keakuannya.
- Sikapnya sangat narsisistik (cinta terhadap dirinya sendiri) dan
egoistik.
- Mulai belajar kenal dnegan tubuhnya sendiri dan
mendapatkan pengalaman autoerotik (merasa lega/nikmat dari dirinya).
- Tugas utama anak pada fase ini adalah latihankebersihan.
- Sisa – sisa konflik fase ini menimbulkan kepribadian anal yaitu:
v Anal retentif (menyimpan/menahan):
§ Bersifat obsesif (gangguan pikiran).
§ Pandangan sempit.
§ Introvert
§ Pelit.
v Anal eksklusif:
§ Ekstrovert impulsif (dorongan membuka diri).
§ Tidak rapi.
§ Kurang pengendalian diri.
- Tugas penting fase ini adalah: perkembangan bicara dan bahasa.
Tahap perkembangan
manusia ditinjau dari aspek psikososial menurut Eric Ericsson:
Usia 1 – 3 tahun
(Toddler): Autonomy vs Shame.
Perkembangan keterampilan motorik dan bahasa dipelajari anak toddler
dari lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh dari kemampuannya untuk amndiri
(tidak tergantung), melalui dorongan orangtua untuk amkan, berpakaian, BAB
sendiri. Jika orangtua terlalu over protectif (terlalu melindungi), menuntut
harapan yang terlalu tinggi, maka anka akan merasa malu dan ragu – ragu seperti
juga perasaan tidak mampu yang dapat berkembang pada diri anak.
c) 3,5 – 5 tahun (pre sekolah)
perkembangan bayi
usia 3 – 4 tahun:
- Berjalan menjijit (MK).
- Membuat gambar lingkaran (MH).
- Mengenal sedikitnya 1 warna (BBK).
- Mematuhi cara permainan sederhana (BM).
Perkembangan anak
usia 4 – 5 tahun:
- Melompat dengan 1 kaki (MK).
- Dapat menagncingkan baju (MH).
- Dapat bercerita sederhana (BBK).
- Dapat mencuci tangan sendiri (BM).
Tahap perkembangan
psikoseksual menurut Sigmund Freud:
Fase oedipal/falik (
3 – 5 tahun):
- Usia 3 tahun anak mulai melakukan rangsangan auto erotic (meraba –
raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya).
- Biasanya senang bermain dnegan anak berjenis kelamin beda.
- Anak pasca oedipal berkelompok dengan sejenis.
Perkebangan
psikososial menurut Eric Ericsson.
Anak pre school (4 –
6 tahun), Initiative vs guilt:
Kepercayaan yang diperoleh anak toddler diartikan bahwa ia
diperbolehkan memiliki inisiatif dalam belajar mencari pengalaman – penagalaman
baru secara aktif seperti bagaimana dan mengapa tentang sesuatu sehingga anak
dapat memperluas aktifitasnya, jika anak dilaranag/diomeli/dicela untuk
usahanya itu yaitu mencari pengalaman baru, anak akan merasa bersalah dan
menjadi anak peragu untuk melakukan sesuatu percobaan yang menantang
keterampilan motorik dan bahasanya.
2) Tahap pertumbuhan dan
perkembangan anak usia sekolah.
a) Anak usia 5 – 11 tahun.
Perkembangan anak usia 5 – 6 tahun:
- Menangkap bola kasti pada
jarak 1 meter (MK).
- membuat gambar segiempat (MH).
- Mengenal angka dan huruf serta berhitung (BBK).
- Berpakaian sendiri tanpa dibantu (BM).
Tahap perkembangan
psikoseksual menurut Sigmund Freud:
Fase latent 9 5 – 12
tahun).
- Anak masuk ke permulaan fase pubertas.
- Periode integrasi, dimana anak harus berhadapan
dnegan berbagai tuntutan sosial, contoh: hubungan kelompok, pelajaran sekolah
dll.
- Fase tenang.
- Dorongan ibido mereda sementara.
- Zona erotik berkurang.
- Anak tertarik dnegan kelompok sebaya.
Tahap perkembangan
psikososial menurut Eric Ericsson.
Anak usia 6 – 12
tahun: Industry vs inferioritas.
Berfokus pada hasil akhir suatu pencapaian (prestasi=achievement), anak
memperoleh kesenangan dari penyelesaian tugas/pekerjaannya dan menerima
penghargaan untuk usaha/kepadaiannya. Jika anak tidak mendapat penerimaan dari
teman sebayanya atau tidak dapat memenuhi harapan oarngtuanya ia merasa rendah
diri, kurang menghargai dirinya untuk dapat berkembang. Jadi fokus pada anak
sekolah adalah pada hasil prestasinya, pengakuan dan pujian dari keluarganya,
guru dan teman sebaya. Perkembangan adalah pengertian dari persaingan/kompetisi
dan kerajinannya.
b) Anak usia 11 – 15 tahun
Tahap
perkembangan psikoseksual menurut Sigmund Freud.
Fase genital ( > 1 2tahun):
- Fase akhir perkembangan anak.
- Anak harus menghadapi berbagai perkembangan yang kompleks.
- Anak diharapkan dapat bereaksi sebagai orang dewasa, sedangkan
sebenarnya ia masih dalam masa transisi.
- Kesulitan yang timbul sering disebabkan si anak belum dapat
menyelesaikan fase sebelumnya dengan tuntas (segala tugas dan persoalan pada
fase sebelumnya belum terselesaikan degan baik).
- Kebutuhan seksual dibangkitkan kembali yang mengarah pada perasaan
cinta yang matang terhadap lawan jenis.
Tahap perkembangan
psikososial menurut Eric Ericsson.
Adolescence: Identity
vs Role confusion:
Merupakan masa transisi dari masa kanak – kanak ke masa dewasa/kedewasaan,
dimana terjadi banyak perubahan pada fisik.
Ø Hormonal: growth of secondary yang menyebabkan perubahan skunder pada
ciri – ciri seksualnya.
Ø Suasana hati: iarama suasana hati mudah berubah, ia mencoba peran dan
memberontak tanpa pertimbangan perilaku yang normal dipelajari.
Ø Arah apa yang akan diambil dalam kehidupan ini merupakan peran yang
membingungkan, terjadi ketika remaja tidak dapat menetapkan identitas dan arah
pengertiannya.
h.
Pengkajian per sistem:
1) sistem pernafasan: pada keadaan yang lanjut dapat ditemukan respirasi
meningkat akibat peningkatan suhu tubuh.
2) Sistem kardiovaskuler: sering pasien timbul keluhan dada berdebar,
bradikardia, tremor, akral dingin.
3) Sistem persarafan: sering timbul keluhan kepala pusing, kadang pada
keadaan lanjut ditemukan pasien dnegan suhu tubuh tinggi disertai gelisah,
penurunan kesadran: somnolen, stupor, koma, delirium atau psikosis.
4) Sistem perkemihan – eleminasi urine: akibat suhu tubuh meningkat
terjadi peningkatan kebutuhan cairan dalam tubu sehingga terjadi penurunan
produksi urine, urine berwarna pekat.
5) Sistem pencernaan – eleminasi alvi: lidah berwarna putih kotor (kotor
di tengah tepi dan ujung merah), mukosa bibir kering akibat peningkatan suhu
tubuh, nafsu makan menurun, mual, muntah, badan dirasa lemah, BB menurun, porsi
makan tidak habis, gangguan sensai pengecapan, terdapat pembesaran hepar,
pembesaran spleno, meteorismus (akumulasi udara dalam intestinal), diare bahkan
kadang-kadang konstipasi.
6) Sistem Tulang – otot – integumen: pasien mengeluh nyeri otot, badan
terasa ngilu, roseola (bintik merah pada punggung, leher dan paha), akibat
immobilisasi dapat timbul keluhan merah tertekan pada bokong dan punggung.
2.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.
Peningkatan
suhu tubuh (hypertermia) b/d proses infeksi salmonella typhi.
b.
Resiko
tinggi kurang cairan b/d pemasukan cairan kurang, kehlangan cairan berlebihan
melalui muntah dan diare.
c.
Resiko
tinggi ggn pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake
yang tidak adekuat, mual muntah, anoreksia.
d.
Gan
pemenuhan kebutuhan sehari – hari (ADL) b/d kelemahan, immobilisasi.
e.
Ketakutan
b/d hospitalisasi, tidak mengenal sumber ketakutan, krisis lingkungan.
3.
RENCANA TINDAKAN/RASIONAL
a.
Peningkatan suhu tubuh (hypertermia) b/d proses infeksi
salmonella typhi.
Tujuan: Klien mendemonstrasikan bebas dari panas.
Kriteria hasil: Vital sign dalam batas normal, anak tenang, tidak rewel.
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri:
1)
Observasi suhu, N, TD, RR tiap 2-3 jam
2)
Catat intake dan output cairan dlm 24 jam
3)
Kaji sejauhmana pengetahuan keluarga dan pasien tentang
hypertermia
4)
Jelaskan upaya – upaya untuk mengatasi hypertermia dan
bantu klien/keluarga dlm upaya tersebut:
-
Tirah baring dan kurangi aktifitas
-
Banyak minum
-
Beri kompres hangat
-
Pakaian tipis dan menyerap keringat
-
Ganti pakaian, seprei bila basah
-
Lingkungan tenang, sirkulasi cukup.
5)
Anjurkan klien/klg untuk melaporkan bila tubuh terasa
panas dan keluhan lain.
Kolaborasi:
6)
Kolaborasi pengobatan: antipiretik, cairan dan
pemeriksaan kultur darah.
|
Sebagai pengawasan terhadap adanya perubahan
keadaan umum pasien sehingga dapat diakukan penanganan dan perawatan secara
cepat dan tepat.
Mengetahui
keseimbangan cairan dalam tubuh pasien untuk membuat perencanaan kebutuhan
cairan yang masuk.
Mengetahui kebutuhan
infomasi dari pasien dan keluarga mengenai perawatan pasien dengan
hypertemia.
Upaya – upaya
tersebut dapat membantu menurunkan suhu tubuh pasien serta meningkatkan
kenyamanan pasien.
Penanganan
perawatan dan pengobatan yang tepat diperlukan untuk megurangi keluhan dan
gejala penyakit pasien sehingga kebutuhan pasien akan kenyamanan terpenuhi.
Antipiretik dan
pemberian cairan menurunkan suhu tubuh pasien serta pemeirksaan kultur darah
membantu penegakan diagnosis typhoid.
|
b.
Resiko tinggi kurang cairan b/d pemasukan cairan kurang,
kehilangan berlebihan melalui muntah dan diare.
Tujuan: Pasien mendemonstrasikan kebutuhan cairan trepenuhi secara adekuat.
Kriteria hasil: Tidak ada manifestasi dehidrasi, input output balance.
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri:
1)
Awasi masukan dan keluaran, bandingkan dengan BB
harian. Catat kehilangan melalui usus, contoh muntah dan diare.
2)
Kaji tanda vital, nadi perifer, pengisian kapiler,
turgor kulit dan membran mukosa.
Kolaborasi:
3)
Awasi nilai laboratorium: HB, HT, Na albumin.
4)
Berikan cairan seperti glukosa dan Ringer laktat.
|
Memberikan informasi tentang kebutuhan
cairan/elektrolit yang hilang.
Indikator volume sirkulasi/perfusi.
Menunjukkan hidrasi dan mengidentifikasi
retensi natrium/kadar protein akibat muntah dan diare berlebihan.
Memberikan cairan dan penggantian
elektrolit.
|
c.
Resiko tinggi ggn pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b/d intake yang tidak adekuat, mual muntah, anoreksia.
Tujuan: Pasien menunjukkan pemenuhan nutrisi adekuat.
Kriteria hasil: Pasien menunjukkan peningkatan berat badan, tidak ada mual dan muntah.
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri:
1)
Awasi pemasukan diet/jumlah kalori. Berikan porsi kecil
tapi sering dan awarkan makan pagi dengan porsi paling besar.
2)
Berikan perawatan mulut sebelum makan.
3)
Anjurkan makan dlm posisi duduk tegak.
4)
Dorong pemasukan sari jeruk, minuman karbonat dan
permen sepanjang hari.
Kolaborasi:
5)
Konsul ahli diet, dukungan tim nutrisi untuk memberikan
diet sesuai kebutuhan klien.
6)
Awasi glukosa darah.
7)
Berikan obat sesuai indikasi: antasida, antiemetik,
vitamin B kompleks.
|
Makan banyak sulit untuk mengatur bila
pasien anoreksi, anoreksi juga paling buruk selama siang hari, membuat
masukan makanan yang sulit pada sore hari.
Menghilangkan rasa tak enak dapat
meningkatkan nafsu makan.
Menurunkan rasa penuh pada abdomen dan
dapat meningkatkan pemasukan.
Bahan ini merupakan ekstra kalori dan dapat
lebih mudah dicerna/ditoleran bila makanan lain tidak.
Berguna dalam membuat program diet untuk
memenuhi kebutuhan klien.
Hiperglikemia/hipoglikemia dapat terjadi
pada klien dengan anoreksi.
Antiemetik diberikan ½ jam sebelum makan
dapat menurunkan mual dan meningkatkan toleransi pada makanan.
Antasida bekerja pada asam gaster dapat
menurunkan iritasi/resiko perdarahan. Vitamin B kompleks memperbaiki kekurangan
dan membantu proses penyembuhan.
|
d.
Ggn pemenuhan kebutuhan sehari – hari (ADL) b/d
kelemahan, immobilisasi.
Tujuan: kebutuhan Adl anak terpenuhi secara adekuat sesuai tugas
perkembangannya.
Kriteria
hasil: Anak menunjukkan ADL terpenuhi secara adekuat,
personal hygiene baik, anak menunjukkan peningkatan dalam beraktifitas.
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri:
1)
Tingkatkan tirah baring/duduk. Berikan lingkungan
tenang, batasi pengunjung sesuai keperluan.
2)
Ubah posisi dengan sering. Berikan perawatan kulit yang
baik.
3)
Lakukan tugas dengan cepat dan sesuai toleransi.
4)
Tingkatkan aktifitas sesuai toleransi, bantu melakukan
latihan rentang gerak sendi pasif/aktif.
5)
Dorong penggunaan teknik manajemen stres. Berikan
aktifitas hiburan yang tepat contoh: menonton TV, radio, membaca, bermain.
6)
Awasi terulangnya anoreksia.
|
Meningkatkan istirahat dan ketenangan.
Menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan. Aktifitas dan posisi
duduk tegak diyakini meurunkan aliran darah ke kaki, yang mencegah sirkulasi
optimal ke organ pencernaan.
Meningkatkan fungsi pernafasan dan
meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk menurunkan resiko kerusakan
jaringan.
Memungkinkan perode tambahan istirahat
tanpa gangguan.
Tirah baring lama dapat menurunkan
kemampuan. Ini dapat terjadi karena keterbatasan aktifitas yang mengganggu
periode istirahat.
Meningkatkan relaksasi dan penghematan
energi, memusatkan kembali perhatian dan dapat meningkatkan koping.
Menunjukkan kurangnya resolusi/eksaserbasi
penyakit, memerlukan istirahat lanjut dan memerlukan penggantian program
terapi.
|
e. Ketakutan b/d hospitalisasi, tidak mengenal sumber
ketakutan, krisis lingkungan.
Tujuan: Anak menunjukkan tidak adanya ketakutan.
Kriteria hasil: Anak bersikap
kooperatif dengan pengobatan dan perawatan yang dilakukan, anak tenang, anak
bermain tanpa rasa takut.
Intervensi
|
Rasional
|
1)
lakukan pendekatan pada anak dengan ramah atau
menggunakan media mainan, permen, kue. Tunjukkan sikap ramah dan banyak
senyum kepada anak.
2)
Jelaskan setiap tindakan perawatan yang akan dilakukan
(pada anak yang lebih dewasa).
3)
Berikan contoh tindakan perawatan yang akan dilakukan
dengan menggunakan media lain.
4)
Libatkan keluarga terutama orangtua terdekat dalam
setiap prosedur tindakan yang akan dilakukan.
5)
Hentikan intervensi bila anak menangis atau ketakutan.
Jangan memaksa melakukan intervensi bila anak menolak.
6)
Desain ruangan anak dengan warna yang cerah (hijau,
merah muda, kuning, biru) dan beri gambar-gambar yang menarik.Beri hiburan
musik yang ceria di ruangan anak bila perlu.
7)
Sediakan waktu bermain bagi anak usia preschool atau
kesempatan belajar bagi anak usia sekolah.
|
Menciptakan hubungan saling percaya dengan
anak.
Menciptakan kerjasama anak dalam perawatan
yang diberikan.
Menghindarkan anak dari ketakutan tanpa
objek.
Meningkatkan rasa percaya diri anak
sehingga anak lebih kooperatif.
Menghindarkan anak dari ketakutan yang
berlebih.
Menciptakan lingkungan yang nyaman bagi
anak.
Memberikan kesempatan anak beraktifitas
sesuai masa perkembangannya.
|
DAFTAR PUSTAKA
1.
Arthur
C. Guyton and John E. Hall ( 1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
2.
Carolyn
M. Hudak, Barbara M. Gallo (1996), Keperawatan Kritis; Pedekatan Holistik
Volume II, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
3.
Donna
D. Igatavicius, Kathy A. Hausman ( 1995), Medical Surgical Nursing: Pocket
Companoin For 2 nd Edition, W. B. Saunders Company, Philadelphia
4.
Lab/UPF
Ilmu Kesehatan Anak FK Unud (1997), Buku
Standar Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FK Unud, Denpasar.
5.
Lynda
Juall Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktik Klinis
edisi 6, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
6.
Marylin
E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler (2000), Rencana
Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien Edisi 3, Peneribit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
7.
Ngastiyah
(1997), Perawatan Anak Sakit,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
8.
Pusat
Pendidikan Tenaga Kesehatan Depkes RI (1993), Asuhan Kesehatan Anak Dalam
Konteks Keluarga Cetakan II, Depkes RI, Jakarta
9.
Soetjiningsih
(2000), Tumbuh Kembang Anak, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI (1995), Buku Kuliah Jilid 2: Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FKUI, Jakarta.
0 comments:
Post a Comment