Monday, 4 February 2013

Decubitus


DEFINISI Decubitus
Wolf. Weitzel & Fuerst (1989: 354) dalam Dasar–dasar Ilmu Keperawatan, mengartikan ulkus decubitus adalah suatu daerah yang mati jaringan disebabkan karena kurangnya aliran darah di daerah yang bersangkutan.
Sudjatmiko (2007: 95) definisi dekubitus adalah nekrosis atau ulserasi akibat tekanan yang lama, biasanya terjadi pada pasien yang mengalami imobilisasi.
 Decubitus berasal dari bahasa latin yang artinya berbaring. Berbaring tidak selalu menyebabkan terjadinya luka baring. Karena itu sebagian orang lebih menyukai istilah luka tekan (pressure sore) karena tekananlah yang merupakan penyebab utama terjadinya ulkus decubitus.

2.2 FAKTOR- FAKTOR YANG MENYEBABKAN ULKUS DECUBITUS
Lynda Juall Capernito (1998: 749) dalam Diagnosa Keperawatan menyebutkan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya ulkus decubitus / kerusakan integritas kulit, yaitu:
1. Faktor Umum:
a.       Tekanan : menekan dengan kekuatan kebawah area yang diberikan.
·      Tekanan kapiler normal 12-32 mmHg, bila tekanan jaringan lebih dari 32 mmHg, sirkulasi setempat menurun dan terjadi iskemi.
·      Saat terlentang tekanan pada tumit dan sakrum mencapai 40-60 mmHg, sedangkan saat duduk tekanan pada iskium dapat mencapai 100 mmHg.
·      Semakin tinggi tekanan, semakin singkat waktu yang diperlukan untuk terjadi iskemi.
·      Meski tekanan melebihi tekanan kapiler, terjadinya ulkus dekubitus dapat dicegah dengan menghilangkan tekanan secara periodik (ubah posisi setiap 2 jam).
b.      Robekan : kerusakan paralel, vertikal, horizontal maupun longitudinal dimana satu lapis jaringan bergerak kearah yang berlawanan.
c.       Maserasi : mekanisme dimana jaringan menjadi lunak karena basah terlalu lama atau terendam, sehingga epidermis mudah erosi
d.      Friksi : proses fisiologis. Jika kulit tegosok melawan linen/ sprei, epidermis dapat gundul dengan abrasio

2. Faktor Pediatrik
a.       Bayi baru lahir umumnya menunjukkan variasi kulit yang normal.
b.      Beberapa kondisi kulit yang umum yang mengenai anak-anak pada kelompok usia spesifik (atopik, seboroik dan dermatitis).
c.       Bayi dan anak yang mempunyai epidermis tipis.

3. Faktor Gerontologi
a.       Elastin yang memberikan fleksibilitas pada kulit menurun seiring pertambahan usia.
b.      Kekuatan kulit menurun, berhubungan dengan hilangnya kolagen dari dermis.
c.       Beberapa lansia menunjukkan kulit yang mengkilap, kendur, tipis.
d.      Lemak subkutan berkurang sesuai dengan penuaan.
e.       Kondisi yang mengarah pada malnutrisi yang biasa terjadi pada lansia.
f.       Kondisi kesehatan lansia yang dapat menyebabkan immobilisasi.

4. Faktor Transkultural
a.       Makin gelap kulit seseorang makin sulit untuk mengkaji perubahan warna kulit. Data dasar warna kulit harus dikaji pada area yang kurang pigmentasinya, misal: telapak tangan, telapak kaki, perut, dan bokong, menurut fuller & schaller, agers (1998).
b.      Semua warna kulit mempunyai tonus merah yang mendasarinya. Pucat dapat dikaji pada membran mukosa, bibir, kuku, konjungtiva, dan kelopak mata bawah menurut boyle & andrew (1998).
c.       Untuk mengkaji ruam dan inflamasi pada kulit hitam, perawat harus peka pada saat palpasi untuk kehangatan dan indurasi.

2.3 PERUBAHAN PATOLOGIK
Perubahan patologis di tempat ulkus decubitus disebabkan karena terlipatnya pembuluh darah, terutama pembuluh darah arteri dan kapiler di daerah yang terkena ulkus decubitus. Jika aliran darah terhambat, maka sel- sel tidak mendapat cukup zat makanan dan sampah hasil metabolisme tertumpuk sehingga sulit diangkut. Akhirnya sel mati, kulit pecah dan terjadilah lubang yang dangkal dan luka.
Tanda pertama yang menunjukkan terjadinya ulkus decubitus adalah daerah kulit yang tertekan menjadi putih dan pucat dan bukan berwarna merah muda sebagaimana kulit yang sehat. Kekurangan darah disuatu bagian tubuh karena aliran darah yang kurang baik disebut iskemik.
Jika tekanan itu dikurangi, maka iskemik segera diikuti oleh hyperemia, yaitu mengalirnya darah dalam jumlah banyak di daerah tersebut, daerah itu kemudian kelihatan merah dan terasa hangat karena terjadi hyperemia yang merupakan mekanisme untuk mengimbangi. Dapat dikatakan bahwa darah membanjiri daerah itu untuk memberi zat makanan dan menyingkirkan sampah hasil metabolisme. Gejala ini disebut reactive hyperemia.
Tekanan berat yang bergeser ke arah yang berlawanan sering kali merupakan penyebab ulkus decubitus. Tekanan berat itu terjadi apabila lapisan jaringan tertindih satu sama lain. Pembuluh darah yang kecil dan pembuluh darah kapiler jadi meregang dan bisa pecah, sehingga mengakibatkan sedikitnya aliran darah dalam jaringan sel di bawah kulit. Akhirnya tampak sobekan kecil dalam kulit yang menyebabkan matinya jaringan dibawahnya.

2.4 KLASIFIKASI ATAU TIPE:
Berdasarkan waktu yang diperlukan untuk penyembuhan dari suatu ulkus dekubitus dan perbedaan temperatur dari ulkus dengan kulit sekitarnya, dekubitus dapat dibagi menjadi tiga:
1. Tipe normal
Mempunyai beda temperatur sampai dibawah lebih kurang 2,5oC dibandingkan kulit sekitarnya dan akan sembuh dalam perawatan sekitar 6 minggu. Ulkus ini terjadi karena iskemia jaringan setempat akibat tekanan, tetapi aliran darah dan pembuluh-pembuluh darah sebenarnya baik.
2. Tipe arterioskelerosis
Mempunyai beda temperatur kurang dari 1oC antara daerah ulkus dengan kulit sekitarnya. Keadaan ini menunjukkan gangguan aliran darah akibat penyakit pada pembuluh darah (arterisklerotik) ikut perperan untuk terjadinya dekubitus disamping faktor tekanan. Dengan perawatan, ulkus ini diharapkan sembuh dalam 16 minggu.
3. Tipe terminal
Terjadi pada penderita yang akan meninggal dunia dan tidak akan sembuh.

2.5 DERAJAT ULKUS DECUBITUS
1.    Derajat I : iskemik, hyperemia yang kembali walaupun tahanan dilepas, indurasi tidak ada.
2.    Derajat II : kemerahan menetap, ada oedema, terdapat indurasi, lepuh (blister), terjadi erosi.
3.    Derajat III : ada lesi terbuka dan lubang sampai jaringan subkutan, fasia terlihat di dasar ulkus.
4.    Derajat IV : nekrosis meluas melewati fasiadan dapat mencapai tulang. Bisa terjadi periostitis, osteotitis, osteomielitis, menurut Carpenito (1999).






2.6 MANIFESTASI KLINIK
Stadium Satu
  1. Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila dibandingkan dengan kulit yang normal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut: perubahan temperatur kulit (lebih dingin atau lebih hangat)
  2. Perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak)
  3. Perubahan sensasi (gatal atau nyeri)
  4. Pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan sebagai kemerahan yang menetap. Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka akan kelihatan sebagai warna merah yang menetap, biru atau ungu. Eritema yang bertahan lebih dari 1 jam setelah tekanan dihilangkan, kulit utuh.
Stadium Dua
Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya (partial thickness). Cirinya adalah lukanya superficial, abrasi, melempuh, atau membentuk lubang yang dangkal. 

Stadium Tiga
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari jaringn subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia (full thickness). Luka terlihat seperti lubang yang dalam 

Stadium Empat
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam serta saluran sinus juga termasuk dalam stadium IV dari luka tekan.

2.7 TEMPAT TERJADINYA ULKUS DECUBITUS
Menurut M. Bouwhuizen (1986) dalam Ilmu Keperawatan menyebutkan tempat- tempat yang sering terancam bahaya ulkus decubitus adalah :
1.    Pada penderita pada posisi terlentang: pada daerah belakang kepala, daerah tulang belikat, daerah bokong dan tumit.
2.    Pada penderita dengan posisi miring: daerah pnggir kepala (terutama daun telinga), bahu, siku, daerah pangkal paha, kulit pergelangan kaki dan bagian atas jari- jari kaki.
3.    Pada penderita dengan posisi tengkurap: dahi, lengan atas, tulang iga, lutut 


2.8 KLASIFIKASI LUKA
1.    Primer, luka insisi pembedahan dan laserasi kecil yang dijahit, sembuh secara primer (luka lebih cepat sembuh dan jaringan parut yang terbentuk sedikit).
2.    Sekunder, jumlah jaringan yang hilanglebih banyak, eksudat radang dan nekrotik debris yang perlu disingkirkan lebih banyak, pembentukan jaringan granulasi lebih banyak.
3.    Tersier, terjadi bila didapatkan rentang waktu yang cukup lama(>6 jam) antara terjadinya luka dengan waktu penjahitan, menurut Carpenito (1998).

2.9 FASE PENYEMBUHAN LUKA
A. FASE INFLAMASI
1.      Dimulai saat terjadi luka, bertahan 2-3 hari
2.      Diawali dengan vasokonstriksi untuk mencapai hemostasis (efek epinefrin dan tromboksan)
3.      Trombus terbentuk rangkaian pembekuan darah diaktifkan, sehingga terjadi deposisi fibrin
4.      Keping darah melepaskan platelet-derived growth factor (PDGF) dan transforming growth factor β (TGF-β) dari granula alfa, yang menarik sel-sel inflamasi, terutama makrofag.
5.      Setelah hemostasis tercapai, terjadi vasodilatasi dan permeabilitas pembuluh darah meningkat (akibat histamin, platelet-aktivating factor, bradikinin, prostaglandin 12, prostaglandin E2, dan nitrit oksida), membantu infiltrasi sel-sel inflamasi ke daerah luka.
6.      Jumlah neutrofil memuncak pada 24 jam dan membantu debridement.
7.      Monosit memasuki luka, menjadi makrofag, dan jumlahnya memuncak dalam 2-3 hari.
8.      Sejumlah kecil limfosit juga memasuki luka, akan tetapi perannya tidak diketahui.
9.      Makrofag menghasilkan PDGF dan TGF-β, akan menarik fibroblas dan merangsang pembentukan kolagen.
B. FASE PROLIFERASI
1.        Dimulai pada hari ke-3, setelah fibroblas datang, dan bertahan hingga minggu ke-3.
2.        Fibroblas: ditarik dan diaktifkan PDGF dan TGF-β: memasuki luka pada hari ke-3, mencapai jumlah terbanyak pada hari ke-7.
3.        Terjadi sintesis  kolagen (terutama tipe III), angiogenesis, dan epitalisasi.
4.        Jumlah kolagen total meningkat selama 3 minggu, hingga produksi dan pemecahan kolagen mencapai keseimabangan, yang menandai dimulainya fase remodeling.
C. FASE REMODELING
1.         Peningkatan produksi maupun penyerapan kolagen berlangsung selama 6 bulan-1 tahun.
2.         Kolagen tipe I menggantikan kolagen tipe III hingga mencapai perbandingan 4:1 (seperti pada kulit normal dan parut yang matang).
3.         Kekuatan luka meningkat sejalan dengan reorganisasi kolagen sepanjang garis tegangan kulit dan terjadinya cross-link kolagen.
4.          Penurunan vaskularitas.
5.          Fibroblas dan miofibroblas menyebabkan kontraksi luka selama fase remodeling.

2.10 MANAJEMEN DEKUBITUS
A. PENCEGAHAN DEKUBITUS
1. Hilangkan tekanan: pasien terlentang berubah posisi setiap 2 jam, pasien duduk diangkat setiap 10 menit selama lebih dari 10 detik.
2. Minimalkan maserasi dengan sering mengganti pakaian dan sprei.
3. Minimalkan sobekan dengan cara penempatan posisi yang nyaman dan sesuai.
4. Minimalkan friksi dengan cara pemindahan yang berhati-hati.
5. Mengobati infeksi.
6. Memperbaiki nutrisi, usahakan optimal.
7. Hentikan rokok.
8. Kendalikan gula darah pada pasien diabetes melitus.


B. PENANGANAN DEKUBITUS
1.      Pastikan ada yang mengubah posisi pasien secara berkala setiap 2 jam.
2.      Ulkus dekubitus partial thickness
a.    Atasi semua etiologi.
b.    Penutup luka, bisa ditambah dengan silver sulfadiazin.
c.    Biasanya sembuh dalam 2-3 minggu secara konservatif.
3.      Ulkus dekubitus full thickness
a.    Atasi semua etiologi
b.    Debridement untuk membuang semua jaringan mati
c.    Penutup luka lembab-basah, antibiotik bila infeksi, penutup oklusif untuk luka-luka pasca-debridement tidak terinfeksi, mengobati infeksi jaringan lunak (debridement, drainase, antibiotik), mengobati bila terjadi luka osteomielitis (debridement agresif,  antibiotik sistemik), atau penggunaan Vacuum Assisted Closure pada luka dekubitus tertentu.
d.   Jaringan yang terbuka dapat ditutup dengan flap, atau pada kasus sederhana bisa dengan graft
4.      Terapi diet
Agar terjadi proses penyembuhan luka yang cepat, maka nutrisi harus adekuat yang terdiri dari kalori, protein, vitamin, mineral dan air

0 comments:

Post a Comment