DEFINISI Decubitus
Wolf. Weitzel
& Fuerst (1989: 354) dalam Dasar–dasar Ilmu Keperawatan, mengartikan
ulkus decubitus adalah suatu daerah yang mati jaringan disebabkan karena
kurangnya aliran darah di daerah yang bersangkutan.
Sudjatmiko
(2007: 95) definisi dekubitus adalah nekrosis atau ulserasi akibat tekanan yang
lama, biasanya terjadi pada pasien yang mengalami imobilisasi.
Decubitus berasal dari bahasa latin yang artinya
berbaring. Berbaring tidak selalu menyebabkan terjadinya luka baring. Karena
itu sebagian orang lebih menyukai istilah luka tekan (pressure sore) karena
tekananlah yang merupakan penyebab utama terjadinya ulkus decubitus.
2.2 FAKTOR- FAKTOR YANG MENYEBABKAN
ULKUS DECUBITUS
Lynda Juall
Capernito (1998: 749) dalam Diagnosa Keperawatan menyebutkan
beberapa faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya ulkus decubitus /
kerusakan integritas kulit, yaitu:
1. Faktor Umum:
a.
Tekanan : menekan dengan kekuatan kebawah area
yang diberikan.
·
Tekanan kapiler normal 12-32 mmHg, bila tekanan
jaringan lebih dari 32 mmHg, sirkulasi setempat menurun dan terjadi iskemi.
·
Saat terlentang tekanan pada tumit dan sakrum
mencapai 40-60 mmHg, sedangkan saat duduk tekanan pada iskium dapat mencapai
100 mmHg.
·
Semakin tinggi tekanan, semakin singkat waktu
yang diperlukan untuk terjadi iskemi.
·
Meski tekanan melebihi tekanan kapiler,
terjadinya ulkus dekubitus dapat dicegah dengan menghilangkan tekanan secara
periodik (ubah posisi setiap 2 jam).
b.
Robekan : kerusakan paralel, vertikal,
horizontal maupun longitudinal dimana satu lapis jaringan bergerak kearah yang
berlawanan.
c.
Maserasi : mekanisme dimana jaringan menjadi
lunak karena basah terlalu lama atau terendam, sehingga epidermis mudah erosi
d.
Friksi : proses fisiologis. Jika kulit tegosok
melawan linen/ sprei, epidermis dapat gundul dengan abrasio
2. Faktor Pediatrik
a.
Bayi baru lahir umumnya menunjukkan variasi
kulit yang normal.
b.
Beberapa kondisi kulit yang umum yang mengenai anak-anak
pada kelompok usia spesifik (atopik, seboroik dan dermatitis).
c.
Bayi dan anak yang mempunyai epidermis tipis.
3. Faktor Gerontologi
a.
Elastin yang memberikan fleksibilitas pada kulit
menurun seiring pertambahan usia.
b.
Kekuatan kulit menurun, berhubungan dengan
hilangnya kolagen dari dermis.
c.
Beberapa lansia menunjukkan kulit yang
mengkilap, kendur, tipis.
d.
Lemak subkutan berkurang sesuai dengan penuaan.
e.
Kondisi yang mengarah pada malnutrisi yang biasa
terjadi pada lansia.
f.
Kondisi kesehatan lansia yang dapat menyebabkan
immobilisasi.
4. Faktor Transkultural
a.
Makin gelap kulit seseorang makin sulit untuk
mengkaji perubahan warna kulit. Data dasar warna kulit harus dikaji pada area
yang kurang pigmentasinya, misal: telapak tangan, telapak kaki, perut, dan
bokong, menurut fuller & schaller, agers (1998).
b.
Semua warna kulit mempunyai tonus merah yang
mendasarinya. Pucat dapat dikaji pada membran mukosa, bibir, kuku, konjungtiva,
dan kelopak mata bawah menurut boyle & andrew
(1998).
c.
Untuk mengkaji ruam dan inflamasi pada kulit
hitam, perawat harus peka pada saat palpasi untuk kehangatan dan indurasi.
2.3 PERUBAHAN PATOLOGIK
Perubahan
patologis di tempat ulkus decubitus disebabkan karena terlipatnya pembuluh
darah, terutama pembuluh darah arteri dan kapiler di daerah yang terkena ulkus
decubitus. Jika aliran darah terhambat, maka sel- sel tidak mendapat cukup zat
makanan dan sampah hasil metabolisme tertumpuk sehingga sulit diangkut.
Akhirnya sel mati, kulit pecah dan terjadilah lubang yang dangkal dan luka.
Tanda pertama
yang menunjukkan terjadinya ulkus decubitus adalah daerah kulit yang tertekan
menjadi putih dan pucat dan bukan berwarna merah muda sebagaimana kulit yang
sehat. Kekurangan darah disuatu bagian tubuh karena aliran darah yang kurang baik
disebut iskemik.
Jika tekanan itu
dikurangi, maka iskemik
segera diikuti oleh hyperemia, yaitu mengalirnya darah dalam jumlah banyak di
daerah tersebut, daerah itu kemudian kelihatan merah dan terasa hangat karena
terjadi hyperemia yang merupakan mekanisme untuk mengimbangi. Dapat dikatakan
bahwa darah membanjiri daerah itu untuk memberi zat makanan dan menyingkirkan
sampah hasil metabolisme. Gejala ini disebut reactive hyperemia.
Tekanan berat
yang bergeser ke arah yang berlawanan sering kali merupakan penyebab ulkus
decubitus. Tekanan berat itu terjadi apabila lapisan jaringan tertindih satu
sama lain. Pembuluh darah yang kecil dan pembuluh darah kapiler jadi meregang
dan bisa pecah, sehingga mengakibatkan sedikitnya aliran darah dalam jaringan
sel di bawah kulit. Akhirnya tampak sobekan kecil dalam kulit yang menyebabkan
matinya jaringan dibawahnya.
2.4 KLASIFIKASI ATAU TIPE:
Berdasarkan
waktu yang diperlukan untuk penyembuhan dari suatu ulkus dekubitus dan
perbedaan temperatur dari ulkus dengan kulit sekitarnya, dekubitus dapat dibagi
menjadi tiga:
1. Tipe
normal
Mempunyai
beda temperatur sampai dibawah lebih kurang 2,5oC dibandingkan kulit
sekitarnya dan akan sembuh dalam perawatan sekitar 6 minggu. Ulkus ini terjadi
karena iskemia jaringan setempat akibat tekanan, tetapi aliran darah dan
pembuluh-pembuluh darah sebenarnya baik.
2. Tipe
arterioskelerosis
Mempunyai
beda temperatur kurang dari 1oC antara daerah ulkus dengan kulit
sekitarnya. Keadaan ini menunjukkan gangguan aliran darah akibat penyakit pada
pembuluh darah (arterisklerotik) ikut perperan untuk terjadinya dekubitus
disamping faktor tekanan. Dengan perawatan, ulkus ini diharapkan sembuh dalam
16 minggu.
3. Tipe
terminal
Terjadi
pada penderita yang akan meninggal dunia dan tidak akan sembuh.
2.5 DERAJAT ULKUS DECUBITUS
1.
Derajat I : iskemik, hyperemia yang kembali
walaupun tahanan dilepas, indurasi tidak ada.
2.
Derajat II : kemerahan menetap, ada oedema,
terdapat indurasi, lepuh (blister), terjadi erosi.
3.
Derajat III : ada lesi terbuka dan lubang sampai
jaringan subkutan, fasia terlihat di dasar ulkus.
4.
Derajat IV : nekrosis meluas melewati fasiadan
dapat mencapai tulang. Bisa terjadi periostitis, osteotitis, osteomielitis,
menurut Carpenito
(1999).
2.6 MANIFESTASI KLINIK
Stadium Satu
- Adanya perubahan dari kulit
yang dapat diobservasi. Apabila dibandingkan dengan kulit yang normal,
maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut: perubahan temperatur
kulit (lebih dingin atau lebih hangat)
- Perubahan konsistensi jaringan
(lebih keras atau lunak)
- Perubahan sensasi (gatal atau
nyeri)
- Pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan sebagai kemerahan yang menetap. Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka akan kelihatan sebagai warna merah yang menetap, biru atau ungu. Eritema yang bertahan lebih dari 1 jam setelah tekanan dihilangkan, kulit utuh.
Stadium Dua
Hilangnya
sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya (partial thickness). Cirinya adalah
lukanya superficial, abrasi, melempuh, atau membentuk lubang yang dangkal.
Stadium Tiga
Hilangnya
lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari jaringn
subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia (full thickness). Luka terlihat seperti lubang yang dalam
Stadium
Empat
Hilangnya
lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis jaringan,
kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam serta saluran
sinus juga termasuk dalam stadium IV dari luka tekan.
2.7 TEMPAT TERJADINYA ULKUS
DECUBITUS
Menurut M. Bouwhuizen
(1986) dalam Ilmu Keperawatan menyebutkan tempat- tempat yang
sering terancam bahaya ulkus decubitus adalah :
1.
Pada penderita pada posisi terlentang: pada
daerah belakang kepala, daerah tulang belikat, daerah bokong dan tumit.
2.
Pada penderita dengan posisi miring: daerah
pnggir kepala (terutama daun
telinga), bahu, siku, daerah pangkal paha, kulit pergelangan kaki dan bagian
atas jari- jari kaki.
3.
Pada penderita dengan posisi tengkurap: dahi,
lengan atas, tulang iga, lutut
2.8 KLASIFIKASI LUKA
1.
Primer, luka insisi pembedahan dan laserasi
kecil yang dijahit, sembuh secara primer (luka lebih cepat sembuh dan jaringan
parut yang terbentuk sedikit).
2.
Sekunder, jumlah jaringan yang hilanglebih
banyak, eksudat radang dan nekrotik debris yang perlu disingkirkan lebih
banyak, pembentukan jaringan granulasi lebih banyak.
3.
Tersier, terjadi bila didapatkan rentang waktu
yang cukup lama(>6 jam) antara terjadinya luka dengan waktu penjahitan,
menurut
Carpenito (1998).
2.9 FASE PENYEMBUHAN LUKA
A. FASE INFLAMASI
1.
Dimulai saat terjadi luka, bertahan 2-3 hari
2.
Diawali dengan vasokonstriksi untuk mencapai
hemostasis (efek epinefrin dan tromboksan)
3.
Trombus terbentuk rangkaian pembekuan darah
diaktifkan, sehingga terjadi deposisi fibrin
4.
Keping darah melepaskan platelet-derived growth factor (PDGF) dan transforming growth factor β (TGF-β) dari granula alfa, yang
menarik sel-sel inflamasi, terutama makrofag.
5.
Setelah hemostasis tercapai, terjadi
vasodilatasi dan permeabilitas pembuluh darah meningkat (akibat histamin, platelet-aktivating factor, bradikinin,
prostaglandin 12, prostaglandin E2, dan nitrit oksida), membantu infiltrasi
sel-sel inflamasi ke daerah luka.
6.
Jumlah neutrofil memuncak pada 24 jam dan
membantu debridement.
7.
Monosit memasuki luka, menjadi makrofag, dan
jumlahnya memuncak dalam 2-3 hari.
8.
Sejumlah kecil limfosit juga memasuki luka, akan
tetapi perannya tidak diketahui.
9.
Makrofag menghasilkan PDGF dan TGF-β, akan
menarik fibroblas dan merangsang pembentukan kolagen.
B. FASE PROLIFERASI
1.
Dimulai pada hari ke-3, setelah fibroblas
datang, dan bertahan hingga minggu ke-3.
2.
Fibroblas:
ditarik dan diaktifkan PDGF dan TGF-β: memasuki luka pada hari ke-3, mencapai
jumlah terbanyak pada hari ke-7.
3.
Terjadi sintesis
kolagen (terutama tipe III), angiogenesis, dan epitalisasi.
4.
Jumlah kolagen total meningkat selama 3 minggu,
hingga produksi dan pemecahan kolagen mencapai keseimabangan, yang menandai
dimulainya fase remodeling.
C. FASE REMODELING
1.
Peningkatan produksi maupun penyerapan kolagen
berlangsung selama 6 bulan-1 tahun.
2.
Kolagen tipe I menggantikan kolagen tipe III
hingga mencapai perbandingan 4:1 (seperti pada kulit normal dan parut yang
matang).
3.
Kekuatan luka meningkat sejalan dengan
reorganisasi kolagen sepanjang garis tegangan kulit dan terjadinya cross-link
kolagen.
4.
Penurunan
vaskularitas.
5.
Fibroblas
dan miofibroblas menyebabkan kontraksi luka selama fase remodeling.
2.10 MANAJEMEN DEKUBITUS
A. PENCEGAHAN DEKUBITUS
1. Hilangkan tekanan: pasien
terlentang berubah posisi setiap 2 jam, pasien duduk diangkat setiap 10 menit
selama lebih dari 10 detik.
2. Minimalkan maserasi dengan
sering mengganti pakaian dan sprei.
3. Minimalkan sobekan dengan
cara penempatan posisi yang nyaman dan sesuai.
4. Minimalkan friksi dengan
cara pemindahan yang berhati-hati.
5. Mengobati infeksi.
6. Memperbaiki nutrisi,
usahakan optimal.
7. Hentikan rokok.
8. Kendalikan gula darah pada
pasien diabetes melitus.
B. PENANGANAN DEKUBITUS
1.
Pastikan ada yang mengubah posisi pasien secara
berkala setiap 2 jam.
2.
Ulkus dekubitus partial thickness
a.
Atasi semua etiologi.
b.
Penutup luka, bisa ditambah dengan silver
sulfadiazin.
c.
Biasanya sembuh dalam 2-3 minggu secara
konservatif.
3.
Ulkus dekubitus full thickness
a.
Atasi semua etiologi
b.
Debridement untuk membuang semua jaringan mati
c.
Penutup luka lembab-basah, antibiotik bila
infeksi, penutup oklusif untuk luka-luka pasca-debridement tidak terinfeksi,
mengobati infeksi jaringan lunak (debridement, drainase, antibiotik), mengobati
bila terjadi luka osteomielitis (debridement agresif, antibiotik sistemik), atau penggunaan Vacuum Assisted Closure pada luka
dekubitus tertentu.
d.
Jaringan yang terbuka dapat ditutup dengan flap,
atau pada kasus sederhana bisa dengan graft
4.
Terapi diet
Agar
terjadi proses penyembuhan luka yang cepat, maka nutrisi harus adekuat yang
terdiri dari kalori, protein, vitamin, mineral dan air
0 comments:
Post a Comment