Friday, 14 December 2012

Askep Pneumonia TB Paru


ASUHAN KEPERAWATAN PADA PNEUMONIA DAN TB PARU

1.1   KONSEP DASAR
1.1.1        DEFINISI
           Pneumonia adalah inflasi parenkim paru, biasanya berhubungan dengan pengisian cairan di dalam alveoli. Hal ini terjadi ini terjadi akibat adanya invaksi agen atau infeksius adalah adanya kondisi yang mengganggu tahanan saluran. Trakhabrnkialis, adalah pun beberapa keadaan yang mengganggu mekanisme pertahanan sehingga timbul infeksi paru misalnya, kesadaran menurun, umur tua, trakheastomi, pipa endotrakheal, dan lain-lain. Dengan demikian flora endogen yang menjadi patogen ketika memasuki saluran pernafasan
                         Pneumonia adalah sebuah penyakit pada paru-paru di mana pulmonary alveolus (alveoli) yang bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer menjadi "inflame" dan terisi oleh cairan. Pneumonia dapat disebabkan oleh beberapa penyebab, termasuk infeksi oleh bakteria, virus, jamur, atau parasit. Pneumonia dapat juga disebabkan oleh iritasi kimia atau fisik dari paru-paru atau sebagai akibat dari penyakit lainnya, seperti kanker paru-paru atau terlalu banyak minum alkohol.
1.1.2  ETIOLOGI
  1. Bakteri : streptococcus pneumonia, staphylococcus aureus
  2. Virus : infuluenza, parainfluenza, adenovirus
  3. Jamur : candidiasis histoplasmosis, aspergiofasis, coccidioido mycosis, cryptococosis, pneumocitis, carini.
  4. Aspirasi ; Makanan, cairan, lambung.
  5. Inhalasi : Racun atau bahan kmia, rokok, debu dan gas.

1.1.3 Faktor-faktor yang meningkatkan resiko kematian akibat Pnemonia
  1. Umur dibawah 2 bulan.
  2. Tingkat social ekonomi rendah.
  3. Gizi kurang
  4. BBLR    
  5. Tingkat pendidikan ibu rendah
  6. Tingkat pelayanan kesehatan rendah
  7. Kepadatan tempat tinggal.
  8. Imunisasi yang tidak memadai.
  9. Menderita penyakit kronis.

Berdasarkan bakteri penyebab:
1.  Pneumonia bakteri/tipikal.
     Dapat terjadi pada semua usia. Pneumonia bakterial sering diistilahkan dengan pneumonia akibat kuman. Pneumonia jenis itu bisa menyerang siapa saja, dari bayi hingga mereka yang telah lanjut usia. Para peminum alkohol, pasien yang terkebelakang mental, pasien pascaoperasi, orang yang menderita penyakit pernapasan lain atau infeksi virus adalah yang mempunyai sistem kekebalan tubuh rendah dan menjadi sangat rentan terhadap penyakit itu.
 2.  Pneumonia Akibat virus.    
      Penyebab utama pneumonia virus adalah virus influenza (bedakan dengan bakteri hemofilus influenza yang bukan penyebab penyakit influenza, tetapi bisa menyebabkan pneumonia juga).
Gejalanya
Gejala awal dari pneumonia akibat virus sama seperti gejala influenza, yaitu demam, batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, dan kelemahan.
Dalam 12 hingga 36 jam penderita menjadi sesak, batuk lebih parah, dan berlendir sedikit. Terdapat panas tinggi disertai membirunya bibir.
  3. Pneumonia jamur,
sering merupakan infeksi sekunder.
  4. Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus (percabangan besar dari pohon bronkus) baik kanan maupun kiri.
  5. Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang tua.

1.1.4 PATOFISIOLOGI
       Pneumonia

        Pneumonococcus
                                                                                                                                                                 
            Aspirasi

            Infeksi
 

            Alveulus
 

              Peradangan membrane paru-paru dan berlubang
 


            Eritrosit

              Leukosit dan plasma
 

          Msuk ke Alveoli

           Alveoli terisi cairan dan sel-sel
 

Migrasi bakteri dari alveolus ke alveolus yang lain
 

Seluruh lobus berisi cairan dan sisa-sisa sel
 

             Penurunan ventilasi alveolus
 

             Hipoximia dan hiperkapnia


1.1.5 MANIFESTASI KLINIS
  1. Demam
  2. Menggigil.
  3. Suhu tubuh meningkat 40 C
  4. Sesak nafas nyeri dada.
  5. Batuk dengan dahak kental.
1.1.6 Tanda dan Gejala berupa:
1. Batuk nonproduktif
2. Ingus (nasal discharge)
3.
Suara napas lemah
4. Retraksi intercosta
5. Penggunaan otot bantu nafas
6. Demam
7. Ronchii
8. Cyanosis
9. Leukositosis
10. Thorax photo menunjukkan infiltrasi melebar
11. Batuk
12. Sakit kepala
13. Kekakuan dan nyeri otot
14. Sesak nafas
15. Menggigil
16.
Berkeringat
17. Lelah

1.1.7 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
  1. Sinar X
  2. GDA
  3. JDL à leukositosis biasanya ada, meskipun sel darah putih rendah terjadi pada infeksi virus, kondisi tekanan imun.
  4. LED à meningkat
  5. Fungsi paru à hipoksemia, volume menurun, tekanan jalan nafas meningkat dan komplain menurun.
  6. Elektrolit à Na dan Cl mungkin rendah
  7. Bilirubin à meningkat
  8. Aspirasi / biopsi jaringan paru

1.1.8 PENATALAKSANAAN MEDIS
PENGOBATAN
Kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bisa diberikan antibiotik per-oral (lewat mulut) dan tetap tinggal di rumah.
Penderita yang lebih tua dan penderita dengan sesak nafas atau dengan penyakit jantung atau paru-paru lainnya, harus dirawat dan antibiotik diberikan melalui infus. Mungkin perlu diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik.

1.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.2.1 PENGKAJIAN
  1. Identitas
  2. Umur : Anak-anak cenderung mengalami infeksi virus dibanding dewasa Mycoplasma terjadi pada anak yang relatif besar
3.   Tempat tinggal : Lingkungan dengan sanitasi buruk beresiko lebih besar
4.   Riwayat Masuk
Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi. Kesadaran kadang sudah menurun apabila Klien masuk dengan disertai riwayat kejang demam (seizure).
5.   Riwayat Penyakit Dahulu
Predileksi penyakit saluran pernafasan lain seperti ISPA, influenza sering terjadi dalam rentang waktu 3-14 hari sebelum diketahui adanya penyakit Pneumonia.
Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan dapat memperberat klinis penderita
6.   Pengkajian
Sistem Integumen
o  Subyektif : -
o Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
Sistem Pulmonal
§    Subyektif  :   sesak nafas, dada tertekan, cengeng
§ Obyektif : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk (produktif /  nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru
Sistem Cardiovaskuler
·         Subyektif : sakit kepala
·         Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas   darah menurun.
Sistem Neurosensori
·         Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang
·         Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi.
Sistem Musculoskeletal
o Subyektif : lemah, cepat lelah
o Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris pernafasan
Sistem genitourinaria
§ Subyektif : -
§ Obyektif : produksi urine menurun/normal
Sistem digestif
o Subyektif : mual, kadang muntah
o Obyektif : konsistensi feses normal/diare
Studi Laboratorik
·         Hb : menurun/normal
·         Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar karbon darah meningkat/normal
·         Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal

1.2.2        DIAGNOSA KEPERAWATAN
  1. Kerusakan Pertukaran Gas berhubungan dengan Gangguan pengiriman oksigen.
  2. Resiko Tinggi Terhadap (penyebaran) berhungan dengan Ketidakadekuatan pertahanan  utama.
  3. Ketdakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan pembentukan edema.

1.2.3        INTERVENSI
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan pengiriman oksigen.
Keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan jalannya gas (Oksigen dan Karbondioksida) yang aktual (atau dapat mengalami potensial) antara alveoli paru-paru dan sistem vaskular.

Kriteria Hasil:
§  Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang normal dan tak ada gejala distres pernapasan.
§  Berpartisipasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi.
Intervensi:
1)      Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernapas.
     R : Manifestasi distres pernapasan tergantung pada/indikasi derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum.
2)      Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, napas dalam, dan batuk efektif.
R : Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan pengeluaran sekret untuk memperbaiki ventilasi.
3)      Pertahankan istirahat tidur. Dorong menggunakan teknik relaksasi dan aktivitas senggang.
R : Mencegah terlalu lelah dan menurunkan kebutuhan/konsumsi oksigen untuk memudahkan perbaikan infeksi.
4)      Observasi penyimpangan kondisi, catat hipotensi banyaknya jumlah sputum merah muda/berdarah, pucat, sianosis, perubahan tingkat kesadaran, dispnea berat, gelisah.
R : Syok dan edema paru adalah penyebab umum kematian pada pneumonia dan  membutuhkan intervensi medik segera.
2. Resiko Tinggi Terhadap (penyebaran) berhungan dengan Ketidakadekuatan pertahanan  utama.
Kriteria Hasil:
· Mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tanpa komplikasi.
· Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi.
Intervensi:
1) Pantau tanda vital dengan ketat, khusunya selama awal terapi.
R : Selama periode waktu ini, potensial komplikasi fatal (\hipotensi/syok) dapat terjadi.
2) Anjurkan pasien memperhatikan pengeluaran sekret (mis., meningkatkan pengeluaran daripada menelannya) dan melaporkan perubahan warna, jumlah dan bau sekret.
R : Meskipun pasien dapat menemukan pengeluaran dan upaya membatasi atau menghindarinya, penting bahwa sputum harus dikeluarkan dengan cara aman.
3) Tunjukkan/dorong tehnik mencuci tangan yang baik.
R : Efektif berarti menurunkan penyebaran /tambahan infeksi.
4) Batasi pengunjung sesuai indikasi.
R : Menurunkan pemajanan terhadap patogen infeksi lain.
                                                      
3. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan pembentukan edema.
Suatu Keadaan di mana seorang individu mengalami suatu ancaman yang nyata atau potensial pada status pernapasan sehubungan dengan ketidakmampuan untuk batuk secara efektif.
Kriteria Hasil:
· Tidak mengalami aspirasi
· Menunjukkan batuk yang efektif dan peningkatan pertukaran udara dalam paru-paru.
Intervensi :
1)  Kaji frekuensi/kedalaman pernapasan dan gerakan dada.
R: Takipnea, pernapasan dangkal, dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada dan/atau cairan paru.
2) Auskultasi area paru, catat area penurunan/tak ada aliran udara dan bunyi napas adventisius, mis., krekels, megi.
R :Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan. Bunyi napas bronkial (normal pada bronkus) dapat juga terjadi pada area konsolidasi. Krekels, ronki, dan mengi terdengar pada inspirasi dan/atau ekspirasi pada respons terhadap pengumpulan cairan, sekret kental, dan spasme jalan napas/obstruksi.
3) :Bantu pasien napas sering. Tunjukkan/bantu pasien mempelajari melakukan batuk, mis., menekan dada dan batuk efektif sementara posisi duduk tinggi.
R: Napas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-paru/jalan napas lebih kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan napas alami, membantu silia untuk mempertahankan jalan napas paten. Penekanan menurunkan ketidaknyamanan dada dan posisi duduk memungkinkan upaya napas lebih dalam dan lebih kuat.
4)   Penghisapan sesuai indikasi.
R : Merangsang batuk atau pembersihan jalan napas secara mekanik pada pasien yang tak mampu melakukan karena batuk tak efektif atau penurunan tingkat kesadaran.

1.3. Pengertian
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tubeculosis.

1.3.1 Etiologi
Basil mycobakterium tubercolusis humanus
1.3.2 Patofisiologi
Port de’ entri
1.3.3 Manifestasi Klinik
Manefestasi kliis dibagi 2 golongan :
1. Gejala respiratorik :
·         Batuk.
·         Batuk darah.
·         Sesak nafas.
·         Nyeri dada
2. Gejala sistemik
·         Demam.
·         Gejala sistemik lain ( keringat malam, anorexia, penurunan berat badan, malaise )
1.3.5 Test Diagnostik
      1. Foto thorax PA
      2. Pemeriksaan bakteriologi ( sputum )
1.3.6 Klasifikasi
Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu faktor determinan untuk menetapkan strategi terapi.
Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB Paru dibagi sebagai berikut:
a.  TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
1.   Dengan atau tanpa gejala klinik
2.   BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan positif satu kali atau disokong radiologik positif 1 kali.
3.   Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.

b. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:
1.  Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif
2.  BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.
c.  Bekas TB Paru dengan kriteria:
§  Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negative
§  Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
§  Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto yang tidak berubah.
§  Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).
9. Penanganan Medik
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah kematian, mencegsah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai penularan.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedang jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH.
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping itu perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri dari lima komponen yaitu:
  1. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam penanggulangan TB.
  2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
  3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari.
  4.  Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
  5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.

1.3.7 PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan Tuberkulosis paru (Doengoes, 2000) ialah sebagai berikut :
1. Riwayat PerjalananPenyakit
a. Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek), sulit tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam hari.
Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 -410C) hilang timbul.
b. Pola nutrisi
Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan.
c. Respirasi
Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
Objektif :  Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
d. Rasa nyaman/nyeri
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.
e. Integritas ego
Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada harapan.
Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung.
2. Riwayat Penyakit Sebelumnya:
a. Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh.
b. Pernah berobat tetapi tidak sembuh.
c. Pernah berobat tetapi tidak teratur.
d. Riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis Paru.
e. Daya tahan tubuh yang menurun.
f.  Riwayat vaksinasi yang tidak teratur.
3. Riwayat Pengobatan Sebelumnya:
a. Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakitnya.
b. Jenis, warna, dosis obat yang diminum.
c. Berapa lama. pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan penyakitnya.
d. Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir.

4. Riwayat Sosial Ekonomi:
a.  Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu dan tempat bekerja, jumlah penghasilan.
b. Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikisi dengan bebas, menarik diri, biasanya pada keluarga yang kurang marnpu, masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak, masalah tentang masa depan/pekerjaan pasien, tidak bersemangat dan putus harapan.

5. Faktor Pendukung:
a.       Riwayat lingkungan.
b.      Pola hidup.
            Nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola istirahat dan tidur, kebersihan diri.
c.       Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang penyakit, pencegahan, pengobatan dan perawatannya.

6. Pemeriksaan Diagnostik:
a.       Kultur sputum: Mikobakterium Tuberkulosis positif pada tahap akhir penyakit.
b.      Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm terjadi 48-72 jam).
c.       Poto torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas ; Pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas ; Pada kavitas bayangan, berupa cincin ; Pada kalsifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
d.      Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru karena TB paru.
e.       Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).
f.       Spirometri: penurunan fuagsi paru dengan kapasitas vital menurun.
3. Diagnosa Keperawatan
    Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada klien dengan Tuberkulosis paru adalah sebagai berikut:
1.      Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan: Sekret kental atau sekret darah, Kelemahan, upaya batuk buruk. Edema trakeal/faringeal.
2.      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan: Berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis, Kerusakan membran alveolar kapiler, Sekret yang kental, Edema bronchial.
3.      Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan: Daya tahan tubuh menurun, fungsi silia menurun, sekret yang inenetap, Kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar, Malnutrisi, Terkontaminasi oleh lingkungan, Kurang pengetahuan tentang infeksi kuman.
4.      Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan: Kelelahan, Batuk yang sering, adanya produksi sputum, Dispnea, Anoreksia, Penurunan kemampuan finansial.
5.      Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan: Tidak ada yang menerangkan, Interpretasi yang salah, Informasi yang didapat tidak lengkap/tidak akurat, Terbatasnya pengetahuan/kognitif

4.   Rencana Keperawatan
Adapun rencana keperawatan yang ditetapkan berdasarkan diagnosis keperawatan yang telah dirumuskan sebagai berikut:
1.      Bersihan jalan napas tidak efektif
2.      Tujuan: Mempertahankan jalan napas pasien. Mengeluarkan sekret tanpa bantuan.
3.      Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas. Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai kondisi. Mengidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat.
Intervensi:
a. Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, imma, kedalaman dan penggunaan otot aksesori.
    Rasional:  Penurunan bunyi napas indikasi atelektasis, ronki indikasi akumulasi secret/ketidakmampuan membersihkan jalan napas sehingga otot aksesori digunakan dan kerja pernapasan meningkat.
b. Catat kemampuan untuk mengeluarkan secret atau batuk efektif, catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis.
Rasional: Pengeluaran sulit bila sekret tebal, sputum berdarah akibat kerusakan paru atau luka bronchial yang memerlukan evaluasi/intervensi lanjut.
c. Berikan pasien posisi semi atau Fowler, Bantu/ajarkan batuk efektif dan latihan napas dalam.
Rasional: Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan peningkatan gerakan sekret agar mudah dikeluarkan
d. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction bila perlu.
Rasional: Mencegah obstruksi/aspirasi. Suction dilakukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret.
e. Pertahankan intake cairan minimal 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi.
Rasional: Membantu mengencerkan secret sehingga mudah dikeluarkan
f. Lembabkan udara/oksigen inspirasi.
Rasional: Mencegah pengeringan membran mukosa.
g. Berikan obat: agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid sesuai indikasi.
Rasional: Menurunkan kekentalan sekret, lingkaran ukuran lumen trakeabronkial, berguna jika terjadi hipoksemia pada kavitas yang luas.
h. Bantu inkubasi darurat bila perlu.
Rasional: Diperlukan pada kasus jarang bronkogenik. dengan edema laring atau perdarahan paru akut.

2. Gangguan pertukaran gas
    Tujuan: Melaporkan tidak terjadi dispnea. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal. Bebas dari gejala distress pernapasan.
Intervensi
a. Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal. Peningkatan upaya respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.
     Rasional: Tuberkulosis paru dapat rnenyebabkan meluasnya jangkauan dalam paru-pani yang berasal dari bronkopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural effusion dan meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress.
b.  Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan warna kulit, membran mukosa, dan warna kuku.
    Rasional: Akumulasi secret dapat menggangp oksigenasi di organ vital dan jaringan.
c. Demonstrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan bibir disiutkan, terutama pada pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.
    Rasional: Meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah kolapsnya jalan napas.
d. Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan.
    Rasional: Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi.
e. Monitor GDA.
    Rasional: Menurunnya saturasi oksigen (PaO2) atau meningkatnya PaC02 menunjukkan perlunya penanganan yang lebih. adekuat atau perubahan terapi.
f. Berikan oksigen sesuai indikasi.
   Rasional: Membantu mengoreksi hipoksemia yang terjadi sekunder hipoventilasi dan penurunan permukaan alveolar paru.

3. Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi
    Tujuan: Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi. Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang. aman.
Intervensi
a. Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi melalui bronkus pada jaringan sekitarnya atau aliran darah atau sistem limfe dan resiko infeksi melalui batuk, bersin, meludah, tertawa., ciuman atau menyanyi.
      Rasional: Membantu pasien agar mau mengerti dan menerima terapi yang diberikan untuk mencegah komplikasi.
b.  Identifikasi orang-orang yang beresiko terkena infeksi seperti anggota keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan.
     Rasional: Orang-orang yang beresiko perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran infeksi.
c. Anjurkan pasien menutup mulut dan membuang dahak di tempat penampungan yang tertutup jika batuk.
     Rasional: Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.
d. Gunakan masker setiap melakukan tindakan.
    Rasional: Mengurangi risilio penyebaran infeksi.
e. Monitor temperatur.
    Rasional: Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi.
f. Identifikasi individu yang berisiko tinggi untuk terinfeksi ulang Tuberkulosis paru, seperti: alkoholisme, malnutrisi, operasi bypass intestinal, menggunakan obat penekan imun/ kortikosteroid, adanya diabetes melitus, kanker.
   Rasional: Pengetahuan tentang faktor-faktor ini membantu pasien untuk mengubah gaya hidup dan menghindari/mengurangi keadaan yang lebih buruk.
g. Tekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani.
    Rasional: Periode menular dapat terjadi hanya 2-3 hari setelah permulaan kemoterapi jika sudah terjadi kavitas, resiko, penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
h. Pemberian terapi INH, etambutol, Rifampisin.
    Rasional: INH adalah obat pilihan bagi penyakit Tuberkulosis primer dikombinasikan dengan obat-obat lainnya. Pengobatan jangka pendek INH dan Rifampisin selama 9 bulan dan Etambutol untuk 2 bulan pertama.
i. Pemberian terapi Pyrazinamid (PZA)/Aldinamide, para-amino salisik (PAS), sikloserin, streptomisin.
Rasional: Obat-obat sekunder diberikan jika obat-obat primer sudah resisten.
j. Monitor sputum BTA
    Rasional: Untuk mengawasi keefektifan obat dan efeknya serta respon pasien terhadap terapi.
4. Perubahan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
Tujuan: Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi. Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang tepat.
Intervensi:
a. Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau diare.
   Rasional: berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat.
b. Kaji pola diet pasien yang disukai/tidak disukai.
    Rasional: Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet pasien.
c. Monitor intake dan output secara periodik.
     Rasional: Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.
d. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB).
     Rasional: Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk meningkatkan intake nutrisi.
e. Anjurkan bedrest.
    Rasional: Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan metabolik.
f. Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan.
   Rasional:  Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan yang dapat merangsang muntah.
g. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
    Rasional: Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.
h. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.
   Rasional:  Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi adekuat unruk kebutuhan metabolik dan diet.
i. Konsul dengan tim medis untuk jadwal pengobatan 1-2 jam sebelum/setelah makan.
   Rasional: Membantu menurunkan insiden mual dan muntah karena efek samping obat.
j. Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan albumin).
    Rasional: Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program terapi.
k. Berikan antipiretik tepat.
    Rasional: Demam meningkatkan kebutuhan metabolik dan konsurnsi kalori.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan.
Tujuan: Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan. Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki kesehatan umurn dan menurunkan resiko pengaktifan ulang luberkulosis paru. Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi. Menerima perawatan kesehatan adekuat.
Intervensi
a. Kaji kemampuan belajar pasien misalnya: tingkat kecemasan, perhatian, kelelahan, tingkat partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media, orang dipercaya
    Rasional: Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik. Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan pasien.
b. Identifikasi tanda-tanda yang dapat dilaporkan pada dokter misalnya: hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan bernafas, kehilangan pendengaran, vertigo.
Rasional: Indikasi perkembangan penyakit atau efek samping obat yang membutuhkan evaluasi secepatnya.
c. Tekankan pentingnya asupan diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) dan intake cairan yang adekuat.
Rasional: Mencukupi kebutuhan metabolik, mengurangi kelelahan, intake cairan membantu mengencerkan dahak.
d. Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya: jadwal minum obat.
Rasional: Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.
e. jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan perlunya terapi dalam jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan tentang interaksi obat Tuberkulosis dengan obat lain.
Rasional: Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan mencegah putus obat.
f. jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah
    Rasional: Mencegah keraguan terhadap pengobatan sehingga mampu menjalani terapi.
g. Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH.
    Rasional: Kebiasaan minurn alkohol berkaitan dengan terjadinya hepatitis
h. Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi etambutol.
    Rasional: Efek samping etambutol: menurunkan visus, kurang mampu melihat warna hijau.
i. Dorong pasien dan keluarga untuk mengungkapkan kecemasan. Jangan menyangkal.
   Rasional: Menurunkan kecemasan. Penyangkalan dapat memperburuk mekanisme koping.
j. Berikan gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap penyakitnya misalnya: bekerja di pengecoran logam, pertambangan, pengecatan.
  Rasional: Debu silikon beresiko keracunan silikon yang mengganggu fungsi paru/bronkus.
k. Anjurkan untuk berhenti merokok.
    Rasional: Merokok tidak menstimulasi kambuhnya Tuberkulosis; tapi gangguan pernapasan/ bronchitis.
l. Review tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko kambuh lagi.
   Rasional: Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan/ kambuh kembali. Komplikasi Tuberkulosis: formasi abses, empisema, pneumotorak, fibrosis, efusi pleura, empierna, bronkiektasis, hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal (GD, fistula bronkopleural, Tuberkulosis laring, dan penularan kuman.

5. Evaluasi
a. Keefektifan bersihan jalan napas.
b. Fungsi pernapasan adekuat untuk mernenuhi kebutuhan individu.

c. Perilaku/pola hidup berubah untuk mencegah penyebaran infeksi.
d. Kebutuhan nutrisi adekuat, berat badan meningkat dan tidak terjadi malnutrisi.
e. Pemahaman tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan dan perubahan
perilaku untuk memperbaiki kesehatan.












DAFTAR PUSTAKA


Guyton, A. Hall JE, 2007. Fisiologi Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran. EGC

0 comments:

Post a Comment