ingin langsing dan sehat ??? klik aja
Monday, 4 February 2013
Decubitus
DEFINISI Decubitus
Wolf. Weitzel
& Fuerst (1989: 354) dalam Dasar–dasar Ilmu Keperawatan, mengartikan
ulkus decubitus adalah suatu daerah yang mati jaringan disebabkan karena
kurangnya aliran darah di daerah yang bersangkutan.
Sudjatmiko
(2007: 95) definisi dekubitus adalah nekrosis atau ulserasi akibat tekanan yang
lama, biasanya terjadi pada pasien yang mengalami imobilisasi.
Decubitus berasal dari bahasa latin yang artinya
berbaring. Berbaring tidak selalu menyebabkan terjadinya luka baring. Karena
itu sebagian orang lebih menyukai istilah luka tekan (pressure sore) karena
tekananlah yang merupakan penyebab utama terjadinya ulkus decubitus.
2.2 FAKTOR- FAKTOR YANG MENYEBABKAN
ULKUS DECUBITUS
Lynda Juall
Capernito (1998: 749) dalam Diagnosa Keperawatan menyebutkan
beberapa faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya ulkus decubitus /
kerusakan integritas kulit, yaitu:
1. Faktor Umum:
a.
Tekanan : menekan dengan kekuatan kebawah area
yang diberikan.
·
Tekanan kapiler normal 12-32 mmHg, bila tekanan
jaringan lebih dari 32 mmHg, sirkulasi setempat menurun dan terjadi iskemi.
·
Saat terlentang tekanan pada tumit dan sakrum
mencapai 40-60 mmHg, sedangkan saat duduk tekanan pada iskium dapat mencapai
100 mmHg.
·
Semakin tinggi tekanan, semakin singkat waktu
yang diperlukan untuk terjadi iskemi.
·
Meski tekanan melebihi tekanan kapiler,
terjadinya ulkus dekubitus dapat dicegah dengan menghilangkan tekanan secara
periodik (ubah posisi setiap 2 jam).
b.
Robekan : kerusakan paralel, vertikal,
horizontal maupun longitudinal dimana satu lapis jaringan bergerak kearah yang
berlawanan.
c.
Maserasi : mekanisme dimana jaringan menjadi
lunak karena basah terlalu lama atau terendam, sehingga epidermis mudah erosi
d.
Friksi : proses fisiologis. Jika kulit tegosok
melawan linen/ sprei, epidermis dapat gundul dengan abrasio
2. Faktor Pediatrik
a.
Bayi baru lahir umumnya menunjukkan variasi
kulit yang normal.
b.
Beberapa kondisi kulit yang umum yang mengenai anak-anak
pada kelompok usia spesifik (atopik, seboroik dan dermatitis).
c.
Bayi dan anak yang mempunyai epidermis tipis.
3. Faktor Gerontologi
a.
Elastin yang memberikan fleksibilitas pada kulit
menurun seiring pertambahan usia.
b.
Kekuatan kulit menurun, berhubungan dengan
hilangnya kolagen dari dermis.
c.
Beberapa lansia menunjukkan kulit yang
mengkilap, kendur, tipis.
d.
Lemak subkutan berkurang sesuai dengan penuaan.
e.
Kondisi yang mengarah pada malnutrisi yang biasa
terjadi pada lansia.
f.
Kondisi kesehatan lansia yang dapat menyebabkan
immobilisasi.
4. Faktor Transkultural
a.
Makin gelap kulit seseorang makin sulit untuk
mengkaji perubahan warna kulit. Data dasar warna kulit harus dikaji pada area
yang kurang pigmentasinya, misal: telapak tangan, telapak kaki, perut, dan
bokong, menurut fuller & schaller, agers (1998).
b.
Semua warna kulit mempunyai tonus merah yang
mendasarinya. Pucat dapat dikaji pada membran mukosa, bibir, kuku, konjungtiva,
dan kelopak mata bawah menurut boyle & andrew
(1998).
c.
Untuk mengkaji ruam dan inflamasi pada kulit
hitam, perawat harus peka pada saat palpasi untuk kehangatan dan indurasi.
2.3 PERUBAHAN PATOLOGIK
Perubahan
patologis di tempat ulkus decubitus disebabkan karena terlipatnya pembuluh
darah, terutama pembuluh darah arteri dan kapiler di daerah yang terkena ulkus
decubitus. Jika aliran darah terhambat, maka sel- sel tidak mendapat cukup zat
makanan dan sampah hasil metabolisme tertumpuk sehingga sulit diangkut.
Akhirnya sel mati, kulit pecah dan terjadilah lubang yang dangkal dan luka.
Tanda pertama
yang menunjukkan terjadinya ulkus decubitus adalah daerah kulit yang tertekan
menjadi putih dan pucat dan bukan berwarna merah muda sebagaimana kulit yang
sehat. Kekurangan darah disuatu bagian tubuh karena aliran darah yang kurang baik
disebut iskemik.
Jika tekanan itu
dikurangi, maka iskemik
segera diikuti oleh hyperemia, yaitu mengalirnya darah dalam jumlah banyak di
daerah tersebut, daerah itu kemudian kelihatan merah dan terasa hangat karena
terjadi hyperemia yang merupakan mekanisme untuk mengimbangi. Dapat dikatakan
bahwa darah membanjiri daerah itu untuk memberi zat makanan dan menyingkirkan
sampah hasil metabolisme. Gejala ini disebut reactive hyperemia.
Tekanan berat
yang bergeser ke arah yang berlawanan sering kali merupakan penyebab ulkus
decubitus. Tekanan berat itu terjadi apabila lapisan jaringan tertindih satu
sama lain. Pembuluh darah yang kecil dan pembuluh darah kapiler jadi meregang
dan bisa pecah, sehingga mengakibatkan sedikitnya aliran darah dalam jaringan
sel di bawah kulit. Akhirnya tampak sobekan kecil dalam kulit yang menyebabkan
matinya jaringan dibawahnya.
2.4 KLASIFIKASI ATAU TIPE:
Berdasarkan
waktu yang diperlukan untuk penyembuhan dari suatu ulkus dekubitus dan
perbedaan temperatur dari ulkus dengan kulit sekitarnya, dekubitus dapat dibagi
menjadi tiga:
1. Tipe
normal
Mempunyai
beda temperatur sampai dibawah lebih kurang 2,5oC dibandingkan kulit
sekitarnya dan akan sembuh dalam perawatan sekitar 6 minggu. Ulkus ini terjadi
karena iskemia jaringan setempat akibat tekanan, tetapi aliran darah dan
pembuluh-pembuluh darah sebenarnya baik.
2. Tipe
arterioskelerosis
Mempunyai
beda temperatur kurang dari 1oC antara daerah ulkus dengan kulit
sekitarnya. Keadaan ini menunjukkan gangguan aliran darah akibat penyakit pada
pembuluh darah (arterisklerotik) ikut perperan untuk terjadinya dekubitus
disamping faktor tekanan. Dengan perawatan, ulkus ini diharapkan sembuh dalam
16 minggu.
3. Tipe
terminal
Terjadi
pada penderita yang akan meninggal dunia dan tidak akan sembuh.
2.5 DERAJAT ULKUS DECUBITUS
1.
Derajat I : iskemik, hyperemia yang kembali
walaupun tahanan dilepas, indurasi tidak ada.
2.
Derajat II : kemerahan menetap, ada oedema,
terdapat indurasi, lepuh (blister), terjadi erosi.
3.
Derajat III : ada lesi terbuka dan lubang sampai
jaringan subkutan, fasia terlihat di dasar ulkus.
4.
Derajat IV : nekrosis meluas melewati fasiadan
dapat mencapai tulang. Bisa terjadi periostitis, osteotitis, osteomielitis,
menurut Carpenito
(1999).
2.6 MANIFESTASI KLINIK
Stadium Satu
- Adanya perubahan dari kulit
yang dapat diobservasi. Apabila dibandingkan dengan kulit yang normal,
maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut: perubahan temperatur
kulit (lebih dingin atau lebih hangat)
- Perubahan konsistensi jaringan
(lebih keras atau lunak)
- Perubahan sensasi (gatal atau
nyeri)
- Pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan sebagai kemerahan yang menetap. Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka akan kelihatan sebagai warna merah yang menetap, biru atau ungu. Eritema yang bertahan lebih dari 1 jam setelah tekanan dihilangkan, kulit utuh.
Stadium Dua
Hilangnya
sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya (partial thickness). Cirinya adalah
lukanya superficial, abrasi, melempuh, atau membentuk lubang yang dangkal.
Stadium Tiga
Hilangnya
lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari jaringn
subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia (full thickness). Luka terlihat seperti lubang yang dalam
Stadium
Empat
Hilangnya
lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis jaringan,
kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam serta saluran
sinus juga termasuk dalam stadium IV dari luka tekan.
2.7 TEMPAT TERJADINYA ULKUS
DECUBITUS
Menurut M. Bouwhuizen
(1986) dalam Ilmu Keperawatan menyebutkan tempat- tempat yang
sering terancam bahaya ulkus decubitus adalah :
1.
Pada penderita pada posisi terlentang: pada
daerah belakang kepala, daerah tulang belikat, daerah bokong dan tumit.
2.
Pada penderita dengan posisi miring: daerah
pnggir kepala (terutama daun
telinga), bahu, siku, daerah pangkal paha, kulit pergelangan kaki dan bagian
atas jari- jari kaki.
3.
Pada penderita dengan posisi tengkurap: dahi,
lengan atas, tulang iga, lutut
2.8 KLASIFIKASI LUKA
1.
Primer, luka insisi pembedahan dan laserasi
kecil yang dijahit, sembuh secara primer (luka lebih cepat sembuh dan jaringan
parut yang terbentuk sedikit).
2.
Sekunder, jumlah jaringan yang hilanglebih
banyak, eksudat radang dan nekrotik debris yang perlu disingkirkan lebih
banyak, pembentukan jaringan granulasi lebih banyak.
3.
Tersier, terjadi bila didapatkan rentang waktu
yang cukup lama(>6 jam) antara terjadinya luka dengan waktu penjahitan,
menurut
Carpenito (1998).
2.9 FASE PENYEMBUHAN LUKA
A. FASE INFLAMASI
1.
Dimulai saat terjadi luka, bertahan 2-3 hari
2.
Diawali dengan vasokonstriksi untuk mencapai
hemostasis (efek epinefrin dan tromboksan)
3.
Trombus terbentuk rangkaian pembekuan darah
diaktifkan, sehingga terjadi deposisi fibrin
4.
Keping darah melepaskan platelet-derived growth factor (PDGF) dan transforming growth factor β (TGF-β) dari granula alfa, yang
menarik sel-sel inflamasi, terutama makrofag.
5.
Setelah hemostasis tercapai, terjadi
vasodilatasi dan permeabilitas pembuluh darah meningkat (akibat histamin, platelet-aktivating factor, bradikinin,
prostaglandin 12, prostaglandin E2, dan nitrit oksida), membantu infiltrasi
sel-sel inflamasi ke daerah luka.
6.
Jumlah neutrofil memuncak pada 24 jam dan
membantu debridement.
7.
Monosit memasuki luka, menjadi makrofag, dan
jumlahnya memuncak dalam 2-3 hari.
8.
Sejumlah kecil limfosit juga memasuki luka, akan
tetapi perannya tidak diketahui.
9.
Makrofag menghasilkan PDGF dan TGF-β, akan
menarik fibroblas dan merangsang pembentukan kolagen.
B. FASE PROLIFERASI
1.
Dimulai pada hari ke-3, setelah fibroblas
datang, dan bertahan hingga minggu ke-3.
2.
Fibroblas:
ditarik dan diaktifkan PDGF dan TGF-β: memasuki luka pada hari ke-3, mencapai
jumlah terbanyak pada hari ke-7.
3.
Terjadi sintesis
kolagen (terutama tipe III), angiogenesis, dan epitalisasi.
4.
Jumlah kolagen total meningkat selama 3 minggu,
hingga produksi dan pemecahan kolagen mencapai keseimabangan, yang menandai
dimulainya fase remodeling.
C. FASE REMODELING
1.
Peningkatan produksi maupun penyerapan kolagen
berlangsung selama 6 bulan-1 tahun.
2.
Kolagen tipe I menggantikan kolagen tipe III
hingga mencapai perbandingan 4:1 (seperti pada kulit normal dan parut yang
matang).
3.
Kekuatan luka meningkat sejalan dengan
reorganisasi kolagen sepanjang garis tegangan kulit dan terjadinya cross-link
kolagen.
4.
Penurunan
vaskularitas.
5.
Fibroblas
dan miofibroblas menyebabkan kontraksi luka selama fase remodeling.
2.10 MANAJEMEN DEKUBITUS
A. PENCEGAHAN DEKUBITUS
1. Hilangkan tekanan: pasien
terlentang berubah posisi setiap 2 jam, pasien duduk diangkat setiap 10 menit
selama lebih dari 10 detik.
2. Minimalkan maserasi dengan
sering mengganti pakaian dan sprei.
3. Minimalkan sobekan dengan
cara penempatan posisi yang nyaman dan sesuai.
4. Minimalkan friksi dengan
cara pemindahan yang berhati-hati.
5. Mengobati infeksi.
6. Memperbaiki nutrisi,
usahakan optimal.
7. Hentikan rokok.
8. Kendalikan gula darah pada
pasien diabetes melitus.
B. PENANGANAN DEKUBITUS
1.
Pastikan ada yang mengubah posisi pasien secara
berkala setiap 2 jam.
2.
Ulkus dekubitus partial thickness
a.
Atasi semua etiologi.
b.
Penutup luka, bisa ditambah dengan silver
sulfadiazin.
c.
Biasanya sembuh dalam 2-3 minggu secara
konservatif.
3.
Ulkus dekubitus full thickness
a.
Atasi semua etiologi
b.
Debridement untuk membuang semua jaringan mati
c.
Penutup luka lembab-basah, antibiotik bila
infeksi, penutup oklusif untuk luka-luka pasca-debridement tidak terinfeksi,
mengobati infeksi jaringan lunak (debridement, drainase, antibiotik), mengobati
bila terjadi luka osteomielitis (debridement agresif, antibiotik sistemik), atau penggunaan Vacuum Assisted Closure pada luka
dekubitus tertentu.
d.
Jaringan yang terbuka dapat ditutup dengan flap,
atau pada kasus sederhana bisa dengan graft
4.
Terapi diet
Agar
terjadi proses penyembuhan luka yang cepat, maka nutrisi harus adekuat yang
terdiri dari kalori, protein, vitamin, mineral dan airASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN DECUBITUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN DECUBITUS
3.1 PENGKAJIAN
1. Biodata
Umur/usia perlu
ditanyakan karena adanya hubungan dengan proses penyembuhan luka atau
regenerasi sel.Sedangkan ras dan suku bangsa perlu dikaji karena kulit yang
tampak normal pada ras dan kebangsaan tertentu kadang tampak abnormal pada
klien dengan ras dan kebangsaan lain, menurut Smeltzer & Brenda (2001). Pekerjaan
dan hobi klien juga ditanyakan untuk mengetahui apakah klien banyak duduk atau
sedikit beraktivitas sehingga terjadi penekanan pembuluh darah yang menyebabkan
suplai oksigen berkurang, sel- sel tidak mendapat cukup zat makanan dan sampah
hasil sisa metabolisme tertumpuk. Akhirnya sel-sel matai, kulit pecah dan
terjadilah lubang yang dangkal dan luka dekubitus pada permukaan, menurut Carpenito (1998).
2. Keluhan Utama
Merupakan
keluhan yang paling dirasakan oleh klien sehingga ia mencari pertolongan.
Keluhan yang diungkapkan klien pada umumnya yaitu adanya rasa nyeri. Lokasi
luka biasanya terdapat pada daerah - daerah yang menonjol, misalnya pada daerah
belakang kepala, daerah bokong, tumit, bahu, dan daerah pangkal paha yang
mengalami ischemia sehingga terjadi ulkus decubitus, menurut Bouwhuizen (1998).
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Hal- hal yang
perlu dikaji adalah mulai kapan keluhan dirasakan, lokasi keluhan, intensitas,
lamanya atau frekuensi, faktor yang memperberat atau memperingan serangan,
serta keluhan- keluhan lain yang menyertai dan upaya- upaya yang telah
dilakukan perawat disini harus menghubungkan masalah kulit dengan gejalanya
seperti: gatal, panas, mati rasa, immobilisasi, nyeri, demam, edema, dan
neuropati, menurut Carpenito (1998).
4. Riwayat Personal dan Keluarga
a.
Riwayat penyakit keluarga perlu ditanyakan
karena penyembuhan luka dapat dipengaruhi oleh penyakit – penyakit yang
diturunkan seperti: DM, alergi, hipertensi ( CVA ).
b.
Riwayat penyakit kulit dan prosedur medis yang
pernah dialami klien. Hal ini untuk memberikan informasi apakah perubahan pada
kulit merupakan manifestasi dari penyakit sistemik seperti : infeksi kronis,
kanker, DM
5. Riwayat Pengobatan
Apakah klien
pernah dan sedang menggunakan obat- obatan seperti: DM, alergi, hipertensi
(CVA) . Yang perlu dikaji perawat yaitu:
a.
Kapan pengobatan seperti: DM, alergi, hipertensi
(CVA) dimulai.
b.
Dosis dan frekuensi obat seperti: DM, alergi,
hipertensi (CVA).
c.
Waktu berakhirnya minum obat seperti: DM,
alergi, hipertensi (CVA).
6. Riwayat Diet
Yang dikaji
yaitu berat badan, tinggi badan, pertumbuhan badan dan makanan yang dikonsumsi
sehari- hari. Nutrisi yang kurang adekuat menyebabkan kulit mudah terkena lesi
dan proses penyembuhan luka yang lama.
7. Status Sosial Ekonomi
Untuk
mengidentifikasi faktor lingkungan dan tingkat perekonomian yang dapat
mempengaruhi pola hidup sehari- hari, karena hal ini memungkinkan dapat
menyebabkan penyakit kulit.
8. Riwayat Kesehatan, seperti:
a.
Bed-rest yang lama
b.
Immobilisasi
c.
Inkontinensia uri dan alvi
d.
Nutrisi atau hidrasi yang inadekuat
9. Pengkajian Psikososial
Kemungkinan
hasil pemeriksaan psikososial yang tampak pada klien yaitu:
a.
Perasaan depresi
b.
Frustasi
c.
Ansietas/kecemasan
d.
Keputusasaan
e.
Gangguan konsep diri
10. Aktivitas Sehari- Hari
Pasien yang
immobilisasi dalam waktu yang lama maka bukan terjadi ulkus pada daerah yang
menonjol karena berat badan bertumpu pada daerah kecilyang tidak banyak
jaringan dibawah kulit untuk menahan kerusakan kulit. Sehingga diperlukan
peningkatan latihan rentang gerak dan mengangkat berat badan. Tetapi jika
terjadi paraplegi maka akan terjadi kekuatan otot tidak ada (pada ekstremitas
bawah), penurunan peristaltik usus (terjadi konstipasi), nafsu makan menurun
dan defisit sensori pada daerah yang paraplegi.
11. Pemeriksaan Fisik
a.
Keadaan Umum
Kesadaran compos
mentis. Umumnya penderita datang dengan keadaan nyeri ringan-berat akibat
adanya kerusakan integritas kulit yang dialami.
b.
Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah
normal, nadi cepat, suhu meningkat dan respirasi rate meningkat.
c.
Pemeriksaan Kepala dan Leher
1)
Kepala dan rambut
Pemeriksaan
meliputi bentuk kepala, penyebaran dan perubahan warna rambut serta pemeriksaan
tentang luka. Jika ada luka pada daerah tersebut, menyebabkan timbulnya rasa
nyeri dan kerusakan kulit.
2)
Mulut
Catat keadaan
adanya sianosis atau bibir kering.
3)
Telinga
Catat bentuk
gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan serumen. Pada penderita
yang bet rest dengan posisi miring maka, kemungkinan akan terjadi ulkus
didaerah daun telinga.
d.
Pemeriksaan Dada Dan Thorax
Inspeksi bentuk thorax dan ekspansi paru, auskultasi irama
pernafasan, vokal premitus, adanya suara tambahan, perkusi thorax untuk mencari
ketidaknormalan pada daerah thorax.
e.
Abdomen
Bising usus mengalami
penurunan karena immobilisasi, ada masa karena konstipasi, dan perkusi abdomen
hypersonor jika dispensi abdomen atau tegang.
f.
Urogenital
Inspeksi adanya
kelainan pada perinium. Biasanya klien dengan ulkus dan paraplegi terpasang
kateter untuk buang air kecil.
g.
Muskuloskeletal
Adanya fraktur
pada tulang akan menyebabkan klien bet rest dalam waktu lama.
h.
Pemeriksaan Neurologi
Tingkat
kesadaran dikaji dengan sistem GCS. Nilainya bisa menurun bila terjadi nyeri
hebat (syok neurogenik) dan panas atau demam tinggi, mual muntah, dan kaku
kuduk. Jika nyeri akut, awitan mendadak, intensitas ringan sampai berat,
durasi singkat (dari beberapa detik sampai 6 bulan), respon otonom konsisten
dengan respon stres simpatis, frekuensi jantung meningkat, volume sekuncup
meningkat, tekanan darah meningkat, dilatasi pupil meningkat, tegangan otot
meningkat, motilitas gastrointesntinal menurun, aliran saliva menurun (mulut
kering). Jika nyeri kronis, awitan terus menerus atau intermiten,
intensitas ringan sampai berat, durasi lama (6 bulan atau lebih), respon otonom
tidak terdapat respon otonom.
12. Pengkajian Fisik Kulit
Inspeksi kulit: pengkajian kulit melibatkan
seluruh area kulit termasuk membran mukosa, kulit kepala, rambut dan kuku.
Tampilan kulit yang perlu dikaji yaitu warna, suhu, kelembaban, kekeringan,
tekstur kulit (kasar atau halus), lesi, vaskularitas.
1.
Yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu: warna, aliran darah, suhu badan, turgor kulit.
Lesi yang dibagi
dua yaitu :
a.
Lesi primer, yang terjadi karena adanya
perubahan pada salah satu komponen kulit
b.
Lesi sekunder adalah lesi yang muncul setelah
adanya lesi primer.
Gambaran lesi
yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu warna, bentuk, lokasi, ukuran.
2.
Edema: selama inspeksi kulit, perawat mencatat lokasi, distribusi dan
warna dari daerah edema.
3.
Kelembaban
lingkungan
kering atau lembab.
13. Pemeriksaan Penunjang
1) Darah
lengkap
Pada awal terjadi peningkatan cairan, ini menunjukkan
hemo konsentrasi, sehubungan dengan perpindahan atau kehilangan cairan
dan untuk mengetahui adanya defisiensi nutrisi pada klien. Jika terjadi
leukositosis karena adanya kehilangan sel pada sisi luka dan respon inflamasi
terhadap edema. Glukosa serum yang terjadi peningkatan karena respon stres.
2)
Biopsi luka
Untuk mengetahui
jumlah bakteri.
3)
Kultur swab
Untuk
mengidentifikasi tipe bakteri pada permukaan ulkus.
4)
Pembuatan foto klinis
Dibuat untuk
memperlihatkan sifat serta luasnya kelainan kulit atau ulkus dan dipergunakan
untuk perbaikan setelah dilakukan terapi.
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan dekubitus
berdasarkan prioritas adalah
1.
Kerusakan integritas kulit yang berhubungan
dengan kerusakan mekanis dari jaringan sekunder akibat tekanan, pencukuran dan
gesekan.
2.
Nyeri
berhubungan dengan proses inflamasi, iskemia jaringan/nekrosis
3.
Resiko terhadap infeksi yang berhubungan kerusakan
/hilangnya barier pertahanan tubuh (kulit).
4.
Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan
dengan volume cairan dalam waktu lama.
5.
Koping individu inefektif yang berhubungan dengan luka kronis,
perubahan body image.
6.
Gangguan body image yang berhubungan dengan
hilangnya lapisan kulit.
7.
Kurang pengetahuan kondisi, prognosis, dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi.
3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN
a.
Kerusakan Integritas Kulit Yang Berhubungan
Dengan Kerusakan Mekanis Dari Jaringan Sekunder Akibat Tekanan, Pencukuran Dan
Gesekan.
Tujuan= luka dekubitus mengalami perbaikan bahkan
mengalami penyembuhan
Hasil yang diharapkan
/ kriteria evaluasi:
1)
Integritas jaringan: Kulit dan Membran Mukosa:
Keutuhan struktural dan fungsi biologis normal dari kulit serta membran mukosa.
2)
Penyembuhan luka: Tujuan Primer: Rentang
regenarasi sel dan jaringan setelah penutupan luka.
3)
Penyembuhan luka: Tujuan Sekunder: Rentang
regenarasi sel dan jaringan pada luka terbuka.
Intervensi dan Rasional:
1) Lakukan
perawatan luka dengan tehnik aseptik dan antiseptik.
R/= Mencegah terpajan dengan
organisme infeksius, mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi.
2)
Observasi ukuran, warna, kedalaman luka,
jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.
R/= Untuk mengetahui
sirkulasi pada daerah yang luka.
3) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan diet TKTP dengan
tambahan vitamin, jika tidak ada komplikasi
dari pasien.
R/= Kalori
(3.000-5.000/hari), protein, dan vitamin yang dibutuhkan untuk memenuhi
peningkatan kebutuhan metabolik, mempertahankan berat badan, dan mendoron g
regerasi jaringan, sebaiknya rute oral untuk mengembalikan fungsi GI.
4) Ajarkan/
lakukan ROM sesuai toleransi pasien, diawali secara pasif kemudian aktif.
R/=
menegencangkan jaringan parut dan kontaktur; meningkatkan pemeliharaan fungsi
otot/sendi dan menurunkan kehilangan kalsium dari tulang.
5) Observasi
tanda- tanda vital dan perhatikan adanya demam.
R/= Demam mengidentifikasikan
adanya infeksi
6) Identifikasi
derajat perkembangan luka tekan (ulkus)
R/= Mengetahui tingkat
keparahan pada luka
7) Kolaborasi:
a. Beri
antibiotik oral,topical, dan intra vena sesuai indikasi.
R/= Mencegah atau mengontrol
infeksi.
b. Ambil
kultur luka.
R/= Untuk mengetahui
pengobatan khusus infeksi luka.
b. Nyeri berhubungan
dengan proses inflamasi, iskemia jaringan/nekrosis
Tujuan= setelah dilakukan
intervensi keperawatan dalam waktu 1 x
24 jam diharapakan klien menyatakan nyeri
berkurang.
Kriteria evaluasi: klien
mengatakan nyeri hilang, skala nyeri 1-3, menunjukkan wajah tidak
meringis.
Intervensi dan Rasional:
1)
Balut luka sesegera mungkin
R/= Suhu berubah dan gesekan
udara dapat menyebabkan nyeri hebat pada pemajanan ujung kulit.
2)
Tinggikan ekstremitas yang terdapat luka secara
periodik.
R/= Untuk menurunkan
pembentukan edema, menurunkan ketidaknyamanan
3)
Beri tempat tidur yang dapat diubah ketinggiannya.
R/= Peninggian linen dari luka membantu menurunkan
nyeri.
4)
Ubah posisi dengan sering dan ROM secara pasif
maupun aktif sesuai indikasi.
R/= Menurunkan kekakuan
sendi.
5)
Perhatikan lokasi nyeri dan intensitas.
R/= Perubahan lokasi/
intensitas nyeri mengindikasikan terjadinya komplikasi.
6)
Berikan tindakan kenyamanan seperti pijatan pada
area yang tidak sakit, perut, posisi dengan sering.
R/= Meningkatkan relaksasi,
menurunkan tegangan otot
7)
Dorong penggunaan tehnik manajemen stress.
R/= Memfokuskan kembali
perhatian, meningkatkan relaksasi dan meningkatkan rasa kontrol.
8)
Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan.
R/= Kekurangan tidur meningkatkan persepsi nyeri.
9)
Kolaborasi:
Berikan
analgesik sesuai indikasi.
R/= Untuk mengurangi rasa
nyeri yang ada pemajangan ulkus dekubitus terhadap
c.
Resiko
Terhadap Infeksi YangBerhubungan kerusakan /hilangnya barier pertahanan tubuh
(kulit).
Tujuan= tidak terjadi infeksi
Hasil yang
diharapkan / kriteria evaluasi:
1)
Infeksi tidak terjadi.
2)
Tanda- tanda vital dalam batas normal.
3)
Luka mengalami granulasi.
Intervensi dan Rasional=
1)
Pantau terhadap tanda- tanda infeksi( rubor,
dolor, kalor, fungsiolesa)
R/= Respon jaringan terhadap
infiltrasi patogen dengan peningkatan aliran darah dan aliran limfe(edema,
merah, bengkak)
2)
Observasi tanda- tanda vital ( suhu, respirasi
rate, nadi, tensi)
R/= Patogen yang bersirkulasi
merangsang hipotalamus untuk menaikkan suhu tubuh
3)
Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan
tindakan.
R/= Mencegah terjadinya
infeksi silang dari lingkungan luka ke dalam luka
4)
Lakukan rawat luka dengan tehnik aseptik dan
antiseptik.
R/= Mencegah terjadinya
invasi kuman dan kontaminasi bakteri.
5)
Anjurkan klien untuk menghabiskan porsi yang
tersedian terutama tinggi protein dan vitamin C.
R/= Nutrisi dapat meningkatkan
daya tahan tubuh dan mengganti jaringan yang rusak dan mempercepat proses
penyembuhan.
6)
Jaga personal higiene klien( badan, tempat,
pakaian)
R/= Sesuatu yang kotor
merupakan media yang baik bagi kuman
7)
Kolaborasi dengan tim medisdalam penentuan antibiotik
dan pemeriksaan leukosit dan LED
R/= Peningkatan leukosit dan
LED merupakan indikasi terjadinya infeksi.
8) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan diet TKTP dengan
tambahan vitamin, jika tidak ada komplikasi
dari pasien.
R/= Kalori
(3.000-5.000/hari), protein, dan vitamin yang dibutuhkan untuk memenuhi
peningkatan kebutuhan metabolik, mempertahankan berat badan, dan mendoron g
regerasi jaringan, sebaiknya rute oral untuk mengembalikan fungsi GI.
d.
Perubahan
perfusi jaringan yang berhubungan dengan volume cairan dalam waktu lama.
Tujuan= perfusi jaringan kembali baik
Hasil yang
diharapkan / kriteria evaluasi:
1)
Klien dapat memperlihatkan penurunan tanda dan
gejala kerusakan jaringan
2)
Klien dapat mempertahankan sirkulasi perifer
seperti yang ditunjukkan oleh berkurangnya ulkus,oedem, dan warna ekstremitas
yang baik
3)
Klien dapat mengatakan rasa nyerinya berkurang
4)
Klien mengurang penggunaan obat-obatan
penghilang rasa nyeri
5)
Klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan.
Intervensi dan Rasional=
1)
Instruksikan program latihan atau ROM aktif/
pasif pada ekstremitas setiap 2 jam sebagaimana yang diperlukan
R/= Latihan dapat
meningkatkan sirkulasi yang adekuat dan pembentukan darah kolateral
2)
Jaga ketinggian kaki atau sedikit lebih rendah
dari pada jantung
R/= Gaya gravitasi
meningkatkan sirkulasi arteri dan menurunkan rasa nyeri
3)
Awasi tanda - tanda vital, perhatikan kekuatan
dan kesamaan nadi perifer
R/= Indikator umum status
sirkulasi keadekuatan perfusi Kaji warna kulit dan suhu pada daerah yang immobilisasi.
4)
Kolaborasi pemberian cairan intra vena sesuai
indikasi
R/= Perubahan
warna kulit dan penurunan suhu mengindikasikan adanya gangguan sirkulasi yang
bisa mengakibatkan nekrosis jaringan
5)
Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh Hb/Ht
R/= Indikator hipovolemia/
dehidrasi yang dapat mengganggu perfusi jaringan.
e.
Koping
keluarga tak efektif yang berhubungan dengan luka kronis, perubahan body image.
Tujuan= koping keluarga efektif
Hasil yang diharapkan
/ kriteria evaluasi:
1)
Keluarga mampu mengungkapkan perasaannya tentang
perubahan penampilan pada klien
2)
Keluarga dapat mengekspresikan perasaan
cemasnya, kedukaan dan adanya sesuatu yang hilang pada klien
3)
Keluarga mampu beradaptasi sesuai dengan keadaan
klien
4)
Keluarga memberi support yang tinggi pada klien
dalam menjalani hidup selanjutnya
Intervensi dan Rasional=
1)
Bina hubungan saling percaya
R/= Menimbulkan kepercayaan
pada perawat sehingga mempermudah melakukan komunikasi untuk tindakan
selanjutnya.
2)
Berikan kesempatan kelurga dan klien untuk
mengungkapkan perasaannya saat ini dengan memvalidasi dan mengobservasi
perasaan keluarga dan klien
R/= Membantu mengurangi beban
pikiran klien dan keluarga karena perasaanya tersalurkan dan perawat mengetahui
penyebab masalahnya.
3)
Berikan informasi yang diperlukan klien dan
keluarga tentang proses terjadinya ulkus
R/= Membantu mengurangi
ketakutan dan kecemasan klien dan keluarga
4)
Libatkan klien dan keluarga dalam rencana
perawatan yang lebih lanjut
R/= Menjadikan klien dan
keluarga bagian dari rencana keperawatan dan membantu klien menerima kenyataan
yang ada
5)
Anjurkan keluarga untuk selalu memberi
reinforcement positif dan support mental pada klien
R/= Dukungan keluarga sangat
membantu dalam meningkatkan kepercayaan diri klien
6)
Tunjukkan sikap menerima terhadap perubahan
R/= Memberikan rasa percaya
diri pada klien dan membantu menghilangkan perasan negatifnya.
f.
Gangguan
body image yang berhubungan dengan hilangnya lapisan kulit.
Tujuan=
body image tidak terjadi.
Hasil yang
diharapkan :
1) Mengidentifikasi perasaan dan metode untuk koping
terhadap persepsi diri negative.
2) Menyatakan penerimaan diri.
3) Mengakui diri sebagai orang yang berguna.
4) Bertanggung jawab pada diri sendiri.
Intervensi
dan rasional :
1)
Dorong pasien
untuk mengungkapkan perasaannya.
R/= mengekpresikan perasaan pasien untuk mengontrol
situasi
2)
Hindari membuat
penilaian moral tentang pola hidup
R/=
penilaian dari
orang lain akan merusak harga diri lebih lanjut.
3)
Diskusikan efek
penyakit pada faktor ekonomi pasien/orang terdekat
R/= masalah finansial
dapat terjadi karena kehilangan peran pasien pada keluarga/penyembuhan lama.
4) Anjurkan pasien memakai pakaian yang berwarna merah
terang, biru/hitam
R/= meningkatkan penampilan
g.
Kurang
pengetahuan kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan
kurang informasi.
Tujuan: setelah dilakukan intervensi keperawatan dalam waktu 1 x 24 jam diharapakan klien
menyatakan nyeri berkurang.
Kriteri
Evaluasi:
1) Menyatakan
pemahaman kondisi, prognosis, dan pengobatan
2) Melakukan
dengan benar tindakan tertentu dan menjelaskan alasan tindakan
3) Melakukan
perubahan pola hidup tertentu dan berpartisipasi dalam program pengobatan
Intervensi
dan Rasional:
1)
Diskusikan perawatan luka, contoh pengunaan
pelembab
R/= Agar luka
segera sembuh
2)
Dorong kesinambungan program latihan dan
jadwalka periode istirahat
R/=
mempertahankan mobilitas, menurunkan komplikasi, dan mencegah kelelahan,
membantu proses penyembuhan.
3)
Ajarkan pentingnya diet TKTP dan penambahan
vitamin, bila tidak ada komplikasi dari pasien
R/= Nutrisi
optimal meningkatkan regenerasi jaringan dan penyembuhan luka.
4)
Beri penjelasan tentang pengobatan, termasuk
tujuan, dosis, rute, dan efek samping
R/= Mempercepat
proses penyembuhan.
5)
Beri penjelasan tentang kelelahan, kebosanan,
emosi labil, maslah pengambilan keputusan.
R/= memberikan
pandangan terhadap beberapa masalah kepada orang terdekat/pasien sehingga dapat
membantu pasien.
6)
Beri penjelasan tentang tanda dan gejala yang
memerlukan evaluasi medik contoh inflamasi, peningkatan atau perubahan drainase
luka, demam, perubahan karakteristik nyeri, dan kehilangan mobilits/fungsi.
R/= Deteksi
terjadinya komplikasi dan mencegah berlanjut lebih serius.
7)
Beri penjelasan tentang evaluasi
perawatan/rehabilitasi.
R/= dukungan
jangka panjang dengan evaluasi kontinue dan perubahan terapi untuk mencapai
penyembuhan optimal.
8)
Identifikasi sumber komunitas, seperti pusat
penyembuhan.
R/= Membantu
transisi ke rumah,memberikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan individu, dan
mendukung kemandirian.
BAB 4
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Sudjatmiko
(2007: 95) definisi dekubitus adalah nekrosis atau ulserasi akibat tekanan yang
lama, biasanya terjadi pada pasien yang mengalami imobilisasi. Faktor-faktor
yang menyebabkan ulkus dekubitus berasal dari faktor umum, pediaktrik,
gerontolgi, dan transkultural. Manifestasi klinik terbagi empat stadium yaitu
stadium satu: eritema dan kulit masih utuh, stadium kedua: partial thickness,
stadium ketiga: full thickness, dan stadium keempat: melewati fasia mengenai
otot, tulang, otot, dan persendian. Penanganan dekubitus sesuai stadium , namun
secara umum penenganannya adalah mengubah posisi 2 jam, atasi semua etiologi,
debdridement, antibiotik, drainase, dan ditutup dengan flap dan graf, dan diet
TKTP, meningkatkan konsumsi air, viatmin, dan mineral.
4.2 SARAN
1. Hilangkan tekanan: pasien
terlentang berubah posisi setiap 2 jam, pasien duduk diangkat setiap 10 menit
selama lebih dari 10 detik.
2. Minimalkan maserasi dengan
sering mengganti pakaian dan sprei.
3. Minimalkan sobekan dengan
cara penempatan posisi yang nyaman dan sesuai.
4. Minimalkan friksi dengan
cara pemindahan yang berhati-hati.
5. Mengobati infeksi.
6. Memperbaiki nutrisi,
usahakan optimal.
7. Hentikan rokok.
8. Kendalikan gula darah pada
pasien diabetes melitus.
DAFTAR PUSTAKA
Capernito, Linda Juall. (1999). Rencana Diagnosa dan Dokumentasi Keperawatan : Diagnosa Keperawatan dan
Masalah Kolaboratif Ed.2. Jakarta
: EGC.
Doenges, Marilynn E. (2000). Rencana Keperawatan : Pedoman Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.
Harlim, A. (2006). Ulkus Dekubitus (Bedsores). http. www.medicastore.com. Diakses tanggal 8 September 2009 pukul 14.00 WIB
Hidayat, Djunaedi dkk. (2006). Ulkus
Dekubitus. http.www.kalbe.co.id. Diakses tanggal 8 September 2009 pukul 14.00 WIB
Nurachman, Elly. (2001). Nutrisi Dalam Keperawatan. Jakarta : Sagung Seto.
Subscribe to:
Posts (Atom)