Monday, 4 February 2013

Tips turun berat badan yang aman

ingin langsing dan sehat  ??? klik aja

Decubitus


DEFINISI Decubitus
Wolf. Weitzel & Fuerst (1989: 354) dalam Dasar–dasar Ilmu Keperawatan, mengartikan ulkus decubitus adalah suatu daerah yang mati jaringan disebabkan karena kurangnya aliran darah di daerah yang bersangkutan.
Sudjatmiko (2007: 95) definisi dekubitus adalah nekrosis atau ulserasi akibat tekanan yang lama, biasanya terjadi pada pasien yang mengalami imobilisasi.
 Decubitus berasal dari bahasa latin yang artinya berbaring. Berbaring tidak selalu menyebabkan terjadinya luka baring. Karena itu sebagian orang lebih menyukai istilah luka tekan (pressure sore) karena tekananlah yang merupakan penyebab utama terjadinya ulkus decubitus.

2.2 FAKTOR- FAKTOR YANG MENYEBABKAN ULKUS DECUBITUS
Lynda Juall Capernito (1998: 749) dalam Diagnosa Keperawatan menyebutkan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya ulkus decubitus / kerusakan integritas kulit, yaitu:
1. Faktor Umum:
a.       Tekanan : menekan dengan kekuatan kebawah area yang diberikan.
·      Tekanan kapiler normal 12-32 mmHg, bila tekanan jaringan lebih dari 32 mmHg, sirkulasi setempat menurun dan terjadi iskemi.
·      Saat terlentang tekanan pada tumit dan sakrum mencapai 40-60 mmHg, sedangkan saat duduk tekanan pada iskium dapat mencapai 100 mmHg.
·      Semakin tinggi tekanan, semakin singkat waktu yang diperlukan untuk terjadi iskemi.
·      Meski tekanan melebihi tekanan kapiler, terjadinya ulkus dekubitus dapat dicegah dengan menghilangkan tekanan secara periodik (ubah posisi setiap 2 jam).
b.      Robekan : kerusakan paralel, vertikal, horizontal maupun longitudinal dimana satu lapis jaringan bergerak kearah yang berlawanan.
c.       Maserasi : mekanisme dimana jaringan menjadi lunak karena basah terlalu lama atau terendam, sehingga epidermis mudah erosi
d.      Friksi : proses fisiologis. Jika kulit tegosok melawan linen/ sprei, epidermis dapat gundul dengan abrasio

2. Faktor Pediatrik
a.       Bayi baru lahir umumnya menunjukkan variasi kulit yang normal.
b.      Beberapa kondisi kulit yang umum yang mengenai anak-anak pada kelompok usia spesifik (atopik, seboroik dan dermatitis).
c.       Bayi dan anak yang mempunyai epidermis tipis.

3. Faktor Gerontologi
a.       Elastin yang memberikan fleksibilitas pada kulit menurun seiring pertambahan usia.
b.      Kekuatan kulit menurun, berhubungan dengan hilangnya kolagen dari dermis.
c.       Beberapa lansia menunjukkan kulit yang mengkilap, kendur, tipis.
d.      Lemak subkutan berkurang sesuai dengan penuaan.
e.       Kondisi yang mengarah pada malnutrisi yang biasa terjadi pada lansia.
f.       Kondisi kesehatan lansia yang dapat menyebabkan immobilisasi.

4. Faktor Transkultural
a.       Makin gelap kulit seseorang makin sulit untuk mengkaji perubahan warna kulit. Data dasar warna kulit harus dikaji pada area yang kurang pigmentasinya, misal: telapak tangan, telapak kaki, perut, dan bokong, menurut fuller & schaller, agers (1998).
b.      Semua warna kulit mempunyai tonus merah yang mendasarinya. Pucat dapat dikaji pada membran mukosa, bibir, kuku, konjungtiva, dan kelopak mata bawah menurut boyle & andrew (1998).
c.       Untuk mengkaji ruam dan inflamasi pada kulit hitam, perawat harus peka pada saat palpasi untuk kehangatan dan indurasi.

2.3 PERUBAHAN PATOLOGIK
Perubahan patologis di tempat ulkus decubitus disebabkan karena terlipatnya pembuluh darah, terutama pembuluh darah arteri dan kapiler di daerah yang terkena ulkus decubitus. Jika aliran darah terhambat, maka sel- sel tidak mendapat cukup zat makanan dan sampah hasil metabolisme tertumpuk sehingga sulit diangkut. Akhirnya sel mati, kulit pecah dan terjadilah lubang yang dangkal dan luka.
Tanda pertama yang menunjukkan terjadinya ulkus decubitus adalah daerah kulit yang tertekan menjadi putih dan pucat dan bukan berwarna merah muda sebagaimana kulit yang sehat. Kekurangan darah disuatu bagian tubuh karena aliran darah yang kurang baik disebut iskemik.
Jika tekanan itu dikurangi, maka iskemik segera diikuti oleh hyperemia, yaitu mengalirnya darah dalam jumlah banyak di daerah tersebut, daerah itu kemudian kelihatan merah dan terasa hangat karena terjadi hyperemia yang merupakan mekanisme untuk mengimbangi. Dapat dikatakan bahwa darah membanjiri daerah itu untuk memberi zat makanan dan menyingkirkan sampah hasil metabolisme. Gejala ini disebut reactive hyperemia.
Tekanan berat yang bergeser ke arah yang berlawanan sering kali merupakan penyebab ulkus decubitus. Tekanan berat itu terjadi apabila lapisan jaringan tertindih satu sama lain. Pembuluh darah yang kecil dan pembuluh darah kapiler jadi meregang dan bisa pecah, sehingga mengakibatkan sedikitnya aliran darah dalam jaringan sel di bawah kulit. Akhirnya tampak sobekan kecil dalam kulit yang menyebabkan matinya jaringan dibawahnya.

2.4 KLASIFIKASI ATAU TIPE:
Berdasarkan waktu yang diperlukan untuk penyembuhan dari suatu ulkus dekubitus dan perbedaan temperatur dari ulkus dengan kulit sekitarnya, dekubitus dapat dibagi menjadi tiga:
1. Tipe normal
Mempunyai beda temperatur sampai dibawah lebih kurang 2,5oC dibandingkan kulit sekitarnya dan akan sembuh dalam perawatan sekitar 6 minggu. Ulkus ini terjadi karena iskemia jaringan setempat akibat tekanan, tetapi aliran darah dan pembuluh-pembuluh darah sebenarnya baik.
2. Tipe arterioskelerosis
Mempunyai beda temperatur kurang dari 1oC antara daerah ulkus dengan kulit sekitarnya. Keadaan ini menunjukkan gangguan aliran darah akibat penyakit pada pembuluh darah (arterisklerotik) ikut perperan untuk terjadinya dekubitus disamping faktor tekanan. Dengan perawatan, ulkus ini diharapkan sembuh dalam 16 minggu.
3. Tipe terminal
Terjadi pada penderita yang akan meninggal dunia dan tidak akan sembuh.

2.5 DERAJAT ULKUS DECUBITUS
1.    Derajat I : iskemik, hyperemia yang kembali walaupun tahanan dilepas, indurasi tidak ada.
2.    Derajat II : kemerahan menetap, ada oedema, terdapat indurasi, lepuh (blister), terjadi erosi.
3.    Derajat III : ada lesi terbuka dan lubang sampai jaringan subkutan, fasia terlihat di dasar ulkus.
4.    Derajat IV : nekrosis meluas melewati fasiadan dapat mencapai tulang. Bisa terjadi periostitis, osteotitis, osteomielitis, menurut Carpenito (1999).






2.6 MANIFESTASI KLINIK
Stadium Satu
  1. Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila dibandingkan dengan kulit yang normal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut: perubahan temperatur kulit (lebih dingin atau lebih hangat)
  2. Perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak)
  3. Perubahan sensasi (gatal atau nyeri)
  4. Pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan sebagai kemerahan yang menetap. Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka akan kelihatan sebagai warna merah yang menetap, biru atau ungu. Eritema yang bertahan lebih dari 1 jam setelah tekanan dihilangkan, kulit utuh.
Stadium Dua
Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya (partial thickness). Cirinya adalah lukanya superficial, abrasi, melempuh, atau membentuk lubang yang dangkal. 

Stadium Tiga
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari jaringn subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia (full thickness). Luka terlihat seperti lubang yang dalam 

Stadium Empat
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam serta saluran sinus juga termasuk dalam stadium IV dari luka tekan.

2.7 TEMPAT TERJADINYA ULKUS DECUBITUS
Menurut M. Bouwhuizen (1986) dalam Ilmu Keperawatan menyebutkan tempat- tempat yang sering terancam bahaya ulkus decubitus adalah :
1.    Pada penderita pada posisi terlentang: pada daerah belakang kepala, daerah tulang belikat, daerah bokong dan tumit.
2.    Pada penderita dengan posisi miring: daerah pnggir kepala (terutama daun telinga), bahu, siku, daerah pangkal paha, kulit pergelangan kaki dan bagian atas jari- jari kaki.
3.    Pada penderita dengan posisi tengkurap: dahi, lengan atas, tulang iga, lutut 


2.8 KLASIFIKASI LUKA
1.    Primer, luka insisi pembedahan dan laserasi kecil yang dijahit, sembuh secara primer (luka lebih cepat sembuh dan jaringan parut yang terbentuk sedikit).
2.    Sekunder, jumlah jaringan yang hilanglebih banyak, eksudat radang dan nekrotik debris yang perlu disingkirkan lebih banyak, pembentukan jaringan granulasi lebih banyak.
3.    Tersier, terjadi bila didapatkan rentang waktu yang cukup lama(>6 jam) antara terjadinya luka dengan waktu penjahitan, menurut Carpenito (1998).

2.9 FASE PENYEMBUHAN LUKA
A. FASE INFLAMASI
1.      Dimulai saat terjadi luka, bertahan 2-3 hari
2.      Diawali dengan vasokonstriksi untuk mencapai hemostasis (efek epinefrin dan tromboksan)
3.      Trombus terbentuk rangkaian pembekuan darah diaktifkan, sehingga terjadi deposisi fibrin
4.      Keping darah melepaskan platelet-derived growth factor (PDGF) dan transforming growth factor β (TGF-β) dari granula alfa, yang menarik sel-sel inflamasi, terutama makrofag.
5.      Setelah hemostasis tercapai, terjadi vasodilatasi dan permeabilitas pembuluh darah meningkat (akibat histamin, platelet-aktivating factor, bradikinin, prostaglandin 12, prostaglandin E2, dan nitrit oksida), membantu infiltrasi sel-sel inflamasi ke daerah luka.
6.      Jumlah neutrofil memuncak pada 24 jam dan membantu debridement.
7.      Monosit memasuki luka, menjadi makrofag, dan jumlahnya memuncak dalam 2-3 hari.
8.      Sejumlah kecil limfosit juga memasuki luka, akan tetapi perannya tidak diketahui.
9.      Makrofag menghasilkan PDGF dan TGF-β, akan menarik fibroblas dan merangsang pembentukan kolagen.
B. FASE PROLIFERASI
1.        Dimulai pada hari ke-3, setelah fibroblas datang, dan bertahan hingga minggu ke-3.
2.        Fibroblas: ditarik dan diaktifkan PDGF dan TGF-β: memasuki luka pada hari ke-3, mencapai jumlah terbanyak pada hari ke-7.
3.        Terjadi sintesis  kolagen (terutama tipe III), angiogenesis, dan epitalisasi.
4.        Jumlah kolagen total meningkat selama 3 minggu, hingga produksi dan pemecahan kolagen mencapai keseimabangan, yang menandai dimulainya fase remodeling.
C. FASE REMODELING
1.         Peningkatan produksi maupun penyerapan kolagen berlangsung selama 6 bulan-1 tahun.
2.         Kolagen tipe I menggantikan kolagen tipe III hingga mencapai perbandingan 4:1 (seperti pada kulit normal dan parut yang matang).
3.         Kekuatan luka meningkat sejalan dengan reorganisasi kolagen sepanjang garis tegangan kulit dan terjadinya cross-link kolagen.
4.          Penurunan vaskularitas.
5.          Fibroblas dan miofibroblas menyebabkan kontraksi luka selama fase remodeling.

2.10 MANAJEMEN DEKUBITUS
A. PENCEGAHAN DEKUBITUS
1. Hilangkan tekanan: pasien terlentang berubah posisi setiap 2 jam, pasien duduk diangkat setiap 10 menit selama lebih dari 10 detik.
2. Minimalkan maserasi dengan sering mengganti pakaian dan sprei.
3. Minimalkan sobekan dengan cara penempatan posisi yang nyaman dan sesuai.
4. Minimalkan friksi dengan cara pemindahan yang berhati-hati.
5. Mengobati infeksi.
6. Memperbaiki nutrisi, usahakan optimal.
7. Hentikan rokok.
8. Kendalikan gula darah pada pasien diabetes melitus.


B. PENANGANAN DEKUBITUS
1.      Pastikan ada yang mengubah posisi pasien secara berkala setiap 2 jam.
2.      Ulkus dekubitus partial thickness
a.    Atasi semua etiologi.
b.    Penutup luka, bisa ditambah dengan silver sulfadiazin.
c.    Biasanya sembuh dalam 2-3 minggu secara konservatif.
3.      Ulkus dekubitus full thickness
a.    Atasi semua etiologi
b.    Debridement untuk membuang semua jaringan mati
c.    Penutup luka lembab-basah, antibiotik bila infeksi, penutup oklusif untuk luka-luka pasca-debridement tidak terinfeksi, mengobati infeksi jaringan lunak (debridement, drainase, antibiotik), mengobati bila terjadi luka osteomielitis (debridement agresif,  antibiotik sistemik), atau penggunaan Vacuum Assisted Closure pada luka dekubitus tertentu.
d.   Jaringan yang terbuka dapat ditutup dengan flap, atau pada kasus sederhana bisa dengan graft
4.      Terapi diet
Agar terjadi proses penyembuhan luka yang cepat, maka nutrisi harus adekuat yang terdiri dari kalori, protein, vitamin, mineral dan air

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN DECUBITUS



ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN DECUBITUS

3.1 PENGKAJIAN
1. Biodata
Umur/usia perlu ditanyakan karena adanya hubungan dengan proses penyembuhan luka atau regenerasi sel.Sedangkan ras dan suku bangsa perlu dikaji karena kulit yang tampak normal pada ras dan kebangsaan tertentu kadang tampak abnormal pada klien dengan ras dan kebangsaan lain, menurut  Smeltzer & Brenda (2001). Pekerjaan dan hobi klien juga ditanyakan untuk mengetahui apakah klien banyak duduk atau sedikit beraktivitas sehingga terjadi penekanan pembuluh darah yang menyebabkan suplai oksigen berkurang, sel- sel tidak mendapat cukup zat makanan dan sampah hasil sisa metabolisme tertumpuk. Akhirnya sel-sel matai, kulit pecah dan terjadilah lubang yang dangkal dan luka dekubitus pada permukaan, menurut Carpenito (1998).

2. Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh klien sehingga ia mencari pertolongan. Keluhan yang diungkapkan klien pada umumnya yaitu adanya rasa nyeri. Lokasi luka biasanya terdapat pada daerah - daerah yang menonjol, misalnya pada daerah belakang kepala, daerah bokong, tumit, bahu, dan daerah pangkal paha yang mengalami ischemia sehingga terjadi ulkus decubitus, menurut Bouwhuizen (1998).

3. Riwayat Penyakit Sekarang
Hal- hal yang perlu dikaji adalah mulai kapan keluhan dirasakan, lokasi keluhan, intensitas, lamanya atau frekuensi, faktor yang memperberat atau memperingan serangan, serta keluhan- keluhan lain yang menyertai dan upaya- upaya yang telah dilakukan perawat disini harus menghubungkan masalah kulit dengan gejalanya seperti: gatal, panas, mati rasa, immobilisasi, nyeri, demam, edema, dan neuropati, menurut Carpenito (1998).

4. Riwayat Personal dan Keluarga
a.    Riwayat penyakit keluarga perlu ditanyakan karena penyembuhan luka dapat dipengaruhi oleh penyakit – penyakit yang diturunkan seperti: DM, alergi, hipertensi ( CVA ).
b.    Riwayat penyakit kulit dan prosedur medis yang pernah dialami klien. Hal ini untuk memberikan informasi apakah perubahan pada kulit merupakan manifestasi dari penyakit sistemik seperti : infeksi kronis, kanker, DM

5. Riwayat Pengobatan
Apakah klien pernah dan sedang menggunakan obat- obatan seperti: DM, alergi, hipertensi (CVA) . Yang perlu dikaji perawat yaitu:
a.    Kapan pengobatan seperti: DM, alergi, hipertensi (CVA) dimulai.
b.    Dosis dan frekuensi obat seperti: DM, alergi, hipertensi (CVA).
c.    Waktu berakhirnya minum obat seperti: DM, alergi, hipertensi (CVA).


6. Riwayat Diet
Yang dikaji yaitu berat badan, tinggi badan, pertumbuhan badan dan makanan yang dikonsumsi sehari- hari. Nutrisi yang kurang adekuat menyebabkan kulit mudah terkena lesi dan proses penyembuhan luka yang lama.

7. Status Sosial Ekonomi
Untuk mengidentifikasi faktor lingkungan dan tingkat perekonomian yang dapat mempengaruhi pola hidup sehari- hari, karena hal ini memungkinkan dapat menyebabkan penyakit kulit.

8. Riwayat Kesehatan, seperti:
a.    Bed-rest yang lama
b.    Immobilisasi
c.    Inkontinensia uri dan alvi
d.   Nutrisi atau hidrasi yang inadekuat

9. Pengkajian Psikososial
Kemungkinan hasil pemeriksaan psikososial yang tampak pada klien yaitu:
a.    Perasaan depresi
b.    Frustasi
c.    Ansietas/kecemasan
d.   Keputusasaan
e.    Gangguan konsep diri


10. Aktivitas Sehari- Hari
Pasien yang immobilisasi dalam waktu yang lama maka bukan terjadi ulkus pada daerah yang menonjol karena berat badan bertumpu pada daerah kecilyang tidak banyak jaringan dibawah kulit untuk menahan kerusakan kulit. Sehingga diperlukan peningkatan latihan rentang gerak dan mengangkat berat badan. Tetapi jika terjadi paraplegi maka akan terjadi kekuatan otot tidak ada (pada ekstremitas bawah), penurunan peristaltik usus (terjadi konstipasi), nafsu makan menurun dan defisit sensori pada daerah yang paraplegi.

11. Pemeriksaan Fisik
a.    Keadaan Umum
Kesadaran compos mentis. Umumnya penderita datang dengan keadaan nyeri ringan-berat akibat adanya kerusakan integritas kulit yang dialami.
b.    Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah normal, nadi cepat, suhu meningkat dan respirasi rate meningkat.
c.    Pemeriksaan Kepala dan Leher
1)      Kepala dan rambut
Pemeriksaan meliputi bentuk kepala, penyebaran dan perubahan warna rambut serta pemeriksaan tentang luka. Jika ada luka pada daerah tersebut, menyebabkan timbulnya rasa nyeri dan kerusakan kulit.
2)      Mulut
Catat keadaan adanya sianosis atau bibir kering.

3)      Telinga
Catat bentuk gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan serumen. Pada penderita yang bet rest dengan posisi miring maka, kemungkinan akan terjadi ulkus didaerah daun telinga.
d.   Pemeriksaan Dada Dan Thorax
Inspeksi bentuk  thorax dan ekspansi paru, auskultasi irama pernafasan, vokal premitus, adanya suara tambahan, perkusi thorax untuk mencari ketidaknormalan pada daerah thorax.
e.    Abdomen
Bising usus mengalami penurunan karena immobilisasi, ada masa karena konstipasi, dan perkusi abdomen hypersonor jika dispensi abdomen atau tegang.
f.     Urogenital
Inspeksi adanya kelainan pada perinium. Biasanya klien dengan ulkus dan paraplegi terpasang kateter untuk buang air kecil.
g.    Muskuloskeletal
Adanya fraktur pada tulang akan menyebabkan klien bet rest dalam waktu lama.
h.    Pemeriksaan Neurologi  
Tingkat kesadaran dikaji dengan sistem GCS. Nilainya bisa menurun bila terjadi nyeri hebat (syok neurogenik) dan panas atau demam tinggi, mual muntah, dan kaku kuduk. Jika nyeri akut, awitan mendadak, intensitas ringan sampai berat, durasi singkat (dari beberapa detik sampai 6 bulan), respon otonom konsisten dengan respon stres simpatis, frekuensi jantung meningkat, volume sekuncup meningkat, tekanan darah meningkat, dilatasi pupil meningkat, tegangan otot meningkat, motilitas gastrointesntinal menurun, aliran saliva menurun (mulut kering). Jika nyeri kronis, awitan terus menerus atau intermiten, intensitas ringan sampai berat, durasi lama (6 bulan atau lebih), respon otonom tidak terdapat respon otonom.
12. Pengkajian Fisik Kulit
Inspeksi kulit: pengkajian kulit melibatkan seluruh area kulit termasuk membran mukosa, kulit kepala, rambut dan kuku. Tampilan kulit yang perlu dikaji yaitu warna, suhu, kelembaban, kekeringan, tekstur kulit (kasar atau halus), lesi, vaskularitas.
1.    Yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu: warna, aliran darah, suhu badan,  turgor kulit.
Lesi yang dibagi dua yaitu :
a.    Lesi primer, yang terjadi karena adanya perubahan pada salah satu komponen kulit
b.    Lesi sekunder adalah lesi yang muncul setelah adanya lesi primer.
Gambaran lesi yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu warna, bentuk, lokasi, ukuran.
2.    Edema: selama inspeksi kulit, perawat mencatat lokasi, distribusi dan warna dari daerah edema.
3.    Kelembaban
lingkungan kering atau lembab.

13. Pemeriksaan Penunjang
1)   Darah lengkap
Pada awal terjadi peningkatan cairan, ini menunjukkan hemo konsentrasi, sehubungan dengan perpindahan atau kehilangan cairan dan untuk mengetahui adanya defisiensi nutrisi pada klien. Jika terjadi leukositosis karena adanya kehilangan sel pada sisi luka dan respon inflamasi terhadap edema. Glukosa serum yang terjadi peningkatan karena respon stres.
2)   Biopsi luka
Untuk mengetahui jumlah bakteri.
3)   Kultur swab
Untuk mengidentifikasi tipe bakteri pada permukaan ulkus.
4)   Pembuatan foto klinis
Dibuat untuk memperlihatkan sifat serta luasnya kelainan kulit atau ulkus dan dipergunakan untuk perbaikan setelah dilakukan terapi.

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan dekubitus berdasarkan prioritas adalah
1.    Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan kerusakan mekanis dari jaringan sekunder akibat tekanan, pencukuran dan gesekan.
2.    Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi, iskemia jaringan/nekrosis
3.    Resiko terhadap infeksi yang berhubungan kerusakan /hilangnya barier pertahanan tubuh (kulit).
4.    Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan volume cairan dalam waktu lama.
5.    Koping individu  inefektif yang berhubungan dengan luka kronis, perubahan body image.
6.    Gangguan body image yang berhubungan dengan hilangnya lapisan kulit.
7.    Kurang pengetahuan kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi. 

3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN 
a.    Kerusakan Integritas Kulit Yang Berhubungan Dengan Kerusakan Mekanis Dari Jaringan Sekunder Akibat Tekanan, Pencukuran Dan Gesekan.
Tujuan= luka dekubitus mengalami perbaikan bahkan mengalami penyembuhan
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi:
1)   Integritas jaringan: Kulit dan Membran Mukosa: Keutuhan struktural dan fungsi biologis normal dari kulit serta membran mukosa.
2)   Penyembuhan luka: Tujuan Primer: Rentang regenarasi sel dan jaringan setelah penutupan luka.
3)   Penyembuhan luka: Tujuan Sekunder: Rentang regenarasi sel dan jaringan pada luka terbuka.
Intervensi dan Rasional:
1)   Lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptik dan antiseptik.
R/= Mencegah terpajan dengan organisme infeksius, mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi.
2)   Observasi ukuran, warna, kedalaman luka, jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.
R/= Untuk mengetahui sirkulasi pada daerah yang luka.
3)   Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan diet TKTP dengan tambahan vitamin, jika tidak ada komplikasi  dari pasien.
     R/= Kalori (3.000-5.000/hari), protein, dan vitamin yang dibutuhkan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolik, mempertahankan berat badan, dan mendoron g regerasi jaringan, sebaiknya rute oral untuk mengembalikan fungsi GI.
4)   Ajarkan/ lakukan ROM sesuai toleransi pasien, diawali secara pasif kemudian aktif.
R/= menegencangkan jaringan parut dan kontaktur; meningkatkan pemeliharaan fungsi otot/sendi dan menurunkan kehilangan kalsium dari tulang.
5)   Observasi tanda- tanda vital dan perhatikan adanya demam.
R/= Demam mengidentifikasikan adanya infeksi
6)   Identifikasi derajat perkembangan luka tekan (ulkus)
R/= Mengetahui tingkat keparahan pada luka
7)   Kolaborasi:
a.       Beri antibiotik oral,topical, dan intra vena sesuai indikasi.
R/= Mencegah atau mengontrol infeksi.
b.      Ambil kultur luka.
R/= Untuk mengetahui pengobatan khusus infeksi luka.

b.       Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi, iskemia jaringan/nekrosis
Tujuan= setelah dilakukan intervensi keperawatan  dalam waktu 1 x 24 jam diharapakan klien menyatakan nyeri berkurang.
Kriteria evaluasi: klien mengatakan nyeri hilang, skala nyeri 1-3,  menunjukkan wajah tidak meringis.
Intervensi dan Rasional:
1)   Balut luka sesegera mungkin
R/= Suhu berubah dan gesekan udara dapat menyebabkan nyeri hebat pada pemajanan ujung kulit.
2)   Tinggikan ekstremitas yang terdapat luka secara periodik.
R/= Untuk menurunkan pembentukan edema, menurunkan ketidaknyamanan
3)   Beri tempat tidur yang dapat diubah ketinggiannya.
R/=  Peninggian linen dari luka membantu menurunkan nyeri.
4)   Ubah posisi dengan sering dan ROM secara pasif maupun aktif sesuai indikasi.
R/= Menurunkan kekakuan sendi.
5)   Perhatikan lokasi nyeri dan intensitas.
R/= Perubahan lokasi/ intensitas nyeri mengindikasikan terjadinya komplikasi.
6)   Berikan tindakan kenyamanan seperti pijatan pada area yang tidak sakit, perut, posisi dengan sering.
R/= Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot
7)   Dorong penggunaan tehnik manajemen stress.
R/= Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi dan meningkatkan rasa kontrol.
8)   Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan.
R/=  Kekurangan tidur meningkatkan persepsi nyeri.
9)   Kolaborasi:
Berikan analgesik sesuai indikasi.
R/= Untuk mengurangi rasa nyeri yang ada pemajangan ulkus dekubitus terhadap

c.       Resiko Terhadap Infeksi YangBerhubungan kerusakan /hilangnya barier pertahanan tubuh (kulit).
Tujuan= tidak terjadi infeksi
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi:
1)   Infeksi tidak terjadi.
2)   Tanda- tanda vital dalam batas normal.
3)   Luka mengalami granulasi.
Intervensi dan Rasional=
1)   Pantau terhadap tanda- tanda infeksi( rubor, dolor, kalor, fungsiolesa)
R/= Respon jaringan terhadap infiltrasi patogen dengan peningkatan aliran darah dan aliran limfe(edema, merah, bengkak)
2)   Observasi tanda- tanda vital ( suhu, respirasi rate, nadi, tensi)
R/= Patogen yang bersirkulasi merangsang hipotalamus untuk menaikkan suhu tubuh
3)   Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
R/= Mencegah terjadinya infeksi silang dari lingkungan luka ke dalam luka
4)   Lakukan rawat luka dengan tehnik aseptik dan antiseptik.
R/= Mencegah terjadinya invasi kuman dan kontaminasi bakteri.
5)   Anjurkan klien untuk menghabiskan porsi yang tersedian terutama tinggi protein dan vitamin C.
R/= Nutrisi dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan mengganti jaringan yang rusak dan mempercepat proses penyembuhan.
6)   Jaga personal higiene klien( badan, tempat, pakaian)
R/= Sesuatu yang kotor merupakan media yang baik bagi kuman
7)   Kolaborasi dengan tim medisdalam penentuan antibiotik dan pemeriksaan leukosit dan LED
R/= Peningkatan leukosit dan LED merupakan indikasi terjadinya infeksi.
8)   Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan diet TKTP dengan tambahan vitamin, jika tidak ada komplikasi  dari pasien.
     R/= Kalori (3.000-5.000/hari), protein, dan vitamin yang dibutuhkan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolik, mempertahankan berat badan, dan mendoron g regerasi jaringan, sebaiknya rute oral untuk mengembalikan fungsi GI.


d.      Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan volume cairan dalam waktu lama.
Tujuan= perfusi jaringan kembali baik
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi:
1)   Klien dapat memperlihatkan penurunan tanda dan gejala kerusakan jaringan
2)   Klien dapat mempertahankan sirkulasi perifer seperti yang ditunjukkan oleh berkurangnya ulkus,oedem, dan warna ekstremitas yang baik
3)   Klien dapat mengatakan rasa nyerinya berkurang
4)   Klien mengurang penggunaan obat-obatan penghilang rasa nyeri
5)   Klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan.
Intervensi dan Rasional=
1)      Instruksikan program latihan atau ROM aktif/ pasif pada ekstremitas setiap 2 jam sebagaimana yang diperlukan
R/= Latihan dapat meningkatkan sirkulasi yang adekuat dan pembentukan darah kolateral
2)      Jaga ketinggian kaki atau sedikit lebih rendah dari pada jantung
R/= Gaya gravitasi meningkatkan sirkulasi arteri dan menurunkan rasa nyeri
3)      Awasi tanda - tanda vital, perhatikan kekuatan dan kesamaan nadi perifer
R/= Indikator umum status sirkulasi keadekuatan perfusi Kaji warna kulit dan suhu pada daerah yang immobilisasi.
4)      Kolaborasi pemberian cairan intra vena sesuai indikasi
R/= Perubahan warna kulit dan penurunan suhu mengindikasikan adanya gangguan sirkulasi yang bisa mengakibatkan nekrosis jaringan
5)      Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh Hb/Ht
R/= Indikator hipovolemia/ dehidrasi yang dapat mengganggu perfusi jaringan.

e.       Koping keluarga tak efektif yang berhubungan dengan luka kronis, perubahan body image.
Tujuan= koping keluarga efektif
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi:
1)   Keluarga mampu mengungkapkan perasaannya tentang perubahan penampilan pada klien
2)   Keluarga dapat mengekspresikan perasaan cemasnya, kedukaan dan adanya sesuatu yang hilang pada klien
3)   Keluarga mampu beradaptasi sesuai dengan keadaan klien
4)   Keluarga memberi support yang tinggi pada klien dalam menjalani hidup selanjutnya
Intervensi dan Rasional=
1)      Bina hubungan saling percaya
R/= Menimbulkan kepercayaan pada perawat sehingga mempermudah melakukan komunikasi untuk tindakan selanjutnya.
2)      Berikan kesempatan kelurga dan klien untuk mengungkapkan perasaannya saat ini dengan memvalidasi dan mengobservasi perasaan keluarga dan klien
R/= Membantu mengurangi beban pikiran klien dan keluarga karena perasaanya tersalurkan dan perawat mengetahui penyebab masalahnya.
3)      Berikan informasi yang diperlukan klien dan keluarga tentang proses terjadinya ulkus
R/= Membantu mengurangi ketakutan dan kecemasan klien dan keluarga
4)      Libatkan klien dan keluarga dalam rencana perawatan yang lebih lanjut
R/= Menjadikan klien dan keluarga bagian dari rencana keperawatan dan membantu klien menerima kenyataan yang ada
5)      Anjurkan keluarga untuk selalu memberi reinforcement positif dan support mental pada klien
R/= Dukungan keluarga sangat membantu dalam meningkatkan kepercayaan diri klien
6)      Tunjukkan sikap menerima terhadap perubahan
R/= Memberikan rasa percaya diri pada klien dan membantu menghilangkan perasan negatifnya.


f.       Gangguan body image yang berhubungan dengan hilangnya lapisan kulit.
Tujuan= body image tidak terjadi.
Hasil yang diharapkan :
1)   Mengidentifikasi perasaan dan metode untuk koping terhadap persepsi diri negative.
2)   Menyatakan penerimaan diri.
3)   Mengakui diri sebagai orang yang berguna.
4)   Bertanggung jawab pada diri sendiri.
  Intervensi dan rasional :
1)      Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
                        R/= mengekpresikan perasaan pasien untuk mengontrol situasi
2)      Hindari membuat penilaian moral tentang pola hidup
                        R/=  penilaian dari orang lain akan merusak harga diri lebih lanjut.
3)      Diskusikan efek penyakit pada faktor ekonomi pasien/orang terdekat
      R/= masalah finansial dapat terjadi karena kehilangan peran pasien pada keluarga/penyembuhan lama.
4)   Anjurkan pasien memakai pakaian yang berwarna merah terang,   biru/hitam
                        R/= meningkatkan penampilan



g.      Kurang pengetahuan kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi.  
Tujuan:  setelah dilakukan intervensi keperawatan  dalam waktu 1 x 24 jam diharapakan klien menyatakan nyeri berkurang.
Kriteri Evaluasi:
1) Menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan pengobatan
2) Melakukan dengan benar tindakan tertentu dan menjelaskan alasan tindakan
3) Melakukan perubahan pola hidup tertentu dan berpartisipasi dalam program pengobatan
Intervensi dan Rasional:
1)   Diskusikan perawatan luka, contoh pengunaan pelembab
R/= Agar luka segera sembuh
2)   Dorong kesinambungan program latihan dan jadwalka periode istirahat
R/= mempertahankan mobilitas, menurunkan komplikasi, dan mencegah kelelahan, membantu proses penyembuhan.
3)   Ajarkan pentingnya diet TKTP dan penambahan vitamin, bila tidak ada komplikasi dari pasien
R/= Nutrisi optimal meningkatkan regenerasi jaringan dan penyembuhan luka.
4)   Beri penjelasan tentang pengobatan, termasuk tujuan, dosis, rute, dan efek samping
R/= Mempercepat proses penyembuhan.
5)   Beri penjelasan tentang kelelahan, kebosanan, emosi labil, maslah pengambilan keputusan.
R/= memberikan pandangan terhadap beberapa masalah kepada orang terdekat/pasien sehingga dapat membantu pasien.
6)   Beri penjelasan tentang tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik contoh inflamasi, peningkatan atau perubahan drainase luka, demam, perubahan karakteristik nyeri, dan kehilangan mobilits/fungsi.
R/= Deteksi terjadinya komplikasi dan mencegah berlanjut lebih serius.
7)   Beri penjelasan tentang evaluasi perawatan/rehabilitasi.
R/= dukungan jangka panjang dengan evaluasi kontinue dan perubahan terapi untuk mencapai penyembuhan optimal.
8)   Identifikasi sumber komunitas, seperti pusat penyembuhan.
R/= Membantu transisi ke rumah,memberikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan individu, dan mendukung kemandirian.










BAB 4
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Sudjatmiko (2007: 95) definisi dekubitus adalah nekrosis atau ulserasi akibat tekanan yang lama, biasanya terjadi pada pasien yang mengalami imobilisasi. Faktor-faktor yang menyebabkan ulkus dekubitus berasal dari faktor umum, pediaktrik, gerontolgi, dan transkultural. Manifestasi klinik terbagi empat stadium yaitu stadium satu: eritema dan kulit masih utuh, stadium kedua: partial thickness, stadium ketiga: full thickness, dan stadium keempat: melewati fasia mengenai otot, tulang, otot, dan persendian. Penanganan dekubitus sesuai stadium , namun secara umum penenganannya adalah mengubah posisi 2 jam, atasi semua etiologi, debdridement, antibiotik, drainase, dan ditutup dengan flap dan graf, dan diet TKTP, meningkatkan konsumsi air, viatmin, dan mineral.

4.2 SARAN
1. Hilangkan tekanan: pasien terlentang berubah posisi setiap 2 jam, pasien duduk diangkat setiap 10 menit selama lebih dari 10 detik.
2. Minimalkan maserasi dengan sering mengganti pakaian dan sprei.
3. Minimalkan sobekan dengan cara penempatan posisi yang nyaman dan sesuai.
4. Minimalkan friksi dengan cara pemindahan yang berhati-hati.
5. Mengobati infeksi.
6. Memperbaiki nutrisi, usahakan optimal.
7. Hentikan rokok.
8. Kendalikan gula darah pada pasien diabetes melitus.
  






















DAFTAR PUSTAKA

Capernito, Linda Juall. (1999). Rencana Diagnosa dan Dokumentasi Keperawatan : Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif Ed.2. Jakarta : EGC.

Doenges, Marilynn E. (2000). Rencana Keperawatan : Pedoman Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.

Harlim, A. (2006). Ulkus Dekubitus (Bedsores). http. www.medicastore.com. Diakses tanggal 8 September 2009 pukul 14.00 WIB

Hidayat, Djunaedi dkk. (2006).  Ulkus Dekubitus. http.www.kalbe.co.id. Diakses tanggal 8 September 2009 pukul 14.00 WIB

Nurachman, Elly. (2001). Nutrisi Dalam Keperawatan. Jakarta : Sagung Seto.

Sudjatmiko, Gentur. (2007). Petunjuk  Praktis: Ilmu  Bedah  Plastik  Rekonstruksi. Jakarta: Yayasan  Khasanah  Kebajikan.